Jumat, 11 Oktober 2013

Menanti

Yesaya 40:31
"Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru. Mereka seumpama rajawali naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dadn tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."

Dalam hidup kita, penantian adalah pekerjaan yang harus (mau tidak mau) kita lakukan. Mengapa? karena waktu ini tidak bisa kita atur maju-mundur atau berhenti-berjalannya. Seringkali rencana atau schedule tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Ada kalanya kita perlu memberi kelonggaran waktu (tidak boleh tergesa dan tidak boleh egois) atau justru kadang kita dikejutkan atau dibahagiakan (karena siapa sih yang tidak suka akan achievement yang biasanya membuat kita bangga akan diri sendiri) dengan tercapainya sesuatu di awal perencanaan.

Berbicara tentang waktu, berarti kita bicara tentang pemiliki atau pencipta waktu itu sendiri yang ternyata tidak dibatasi oleh waktu karena HE IS, GOD, BEYOND OUR REALITY. Jadi, Dia yang memegang kendali dan tahu segala sesuatu yang akan terjadi pada masing-masing kita, Dia tahu schedule kita masing-masing. Dia tahu berapa lama kita hidup di dunia ini. Dia tahu dengan siapa kita akan menikah. Dia tahu akan jadi seperti apa pernikahan kita. Dia tahu akan seperti apa hidup kita nantinya. Tapi kita tidak tahu apa yang akan dilakukanNya dalam hidup kita melalui setiap jadwal yang ada. Kita hanya bisa beriman bahwa Dia akan melakukan yang baik bagi kita. Kita percaya Dia seperti kita percaya pada cinta (to someone) kita. Bahwa Dia tidak akan menghianati kita dan bahwa Dia tidak akan pernah tidak menghargai kita karena kita mengasihiNya.

Kalau boleh saya gambarkan, Tuhan itu seperti pemain catur yang berhak memainkan biduk-biduk catur dengan mengarahkan kemana jalannya sampai pada satu titik "skakmat!". Sedangkan kita adalah biduk caturNya. Belak-beloknya kehidupan kita, kita tidak tahu tapi kita bisa meminta apa yang kita inginkan. Tapi segala rencanaNya pasti terlaksana. Seperti doa Abraham untuk Sodom dan Gomora, yang berdoa sungguh-sungguh untuk meluputkan orang benar tapi Abraham tidak meminta supaya Ia menggagalkan rencanaNya menghukum kota itu (Kej 18). Yang menjadi perhatian Abraham pertama-tama adalah keselamatan orang benar bukan keselamatan Sodom dan Gomora itu sendiri. Karena Abraham tahu bahwa rencana Tuhan pasti terlaksana (Abraham tahu ini dengan mengucapakan 'janganlah kiranya Tuhan murka'). Jadi kita boleh meminta dalam kerangka iman bahwa Allah-lah yang berencana.

Dengan demikian, menanti sesuatu terlaksana sama seperti menantikan Tuhan melakukan rencanaNya. Sambil menanti kita boleh meminta dan Tuhan akan pertimbangkan permintaan kita. Karena begitu sayangnya Dia pada kita, anak-anakNya. Seperti Tuhan menunggu Lot dan keluarganya untuk lari menjauh tanpa menyesal (tanpa menoleh) ke suatu tempat. Kita tahu bahwa Tuhan menurunkan belerang dan api dari langit untuk menghanguskan kota Sodom dan Gomora setelah Lot sampai di Zoar.

Menantikan Tuhan itu juga seperti berlaku layaknya burung rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya. 'Menanti' di sini berari 'berbalik' (berdasarkan asal kata ibraninya). Burung rajawali ketika menghadapi badai dan gelombang laut yang tinggi, ia tidak pergi menjauh tapi 'berbalik' arah menuju kepada kepada arah gelombang tersebut dan menggunakan ketinggian gelombang itu untuk terbang di atasnya. Karena memang demikianlah sifat rajawali, ia suka ketinggian bukan karena hobby tapi karena ia tahu lebih tinggi berarti lebih aman baginya dari serangan musuh karena itu ia juga membuat sarang di temapat-tempat yang tinggi untuk keamanan keluarganya juga. Ini menggambarkan bahwa ketika menantikan sesuatu, kita diminta untuk berbalik kepada Tuhan dan memandang lebih tinggi kepada apa yang direncanakanNya dalam hidup kita. Dengan begitu kita mendapat kekuatan yang baru bahwa hal-hal yang 'rendah' tidak akan membuat kita menjauh dari Allah, tidak akan menurunkan semangat hidup kita. Sehingga tekanan hidup tidak akan membuat kita 'turun' tapi 'naik' (bukankah Tuhan juga meminta hal yang sama pada Lot bahwa ia harus lari ke tempat yang tinggi ke pegunungan). Sambil 'naik' sambil kita berharap Tuhan akan melakukan yang baik bagi kita. Tinggalkan segala keinginan kita 'di bawah' biar Tuhan yang menyelesaikannya. Dan kita harus 'naik' mencapai hal-hal baru bersama Tuhan.


Misalnya; kita sedang menanti seorang kekasih untuk menjadi pasangan hidup kita. Karena desakan keluarga dan umur yang kunjung bertambah, kita menjadi susah. Tapi jangan menjadi lemah, berbalik kepada Tuhan dan lihatlah rencanaNya dalam hidup kita. Jika ia membawa kita ke suatu tempat atau suatu tugas, pasti Dia akan memberikan seseorang yang tepat. Kita juga boleh berdoa untuk seseorang yang sudah ada atau belum ada 
(bayangan saya membuat list pria seperti apa yang ingin saya nikahi dan berdoa untuk itu). Setelah berdoa (mungkin perlu setiap hari), tinggalkan itu untuk menjadi tugas Bapa. Sambil kita terus membuka diri terhadap hal-hal baru dan teman-teman baru. Tanpa kita sadari, di tengah-tengah semua hal-hal baru dan teman-teman baru, mungkin saja ada seseorang yang 'klik' dengan kita. 
                                                                                                                                                              



    - Neti Estin

Pendidik

Pendidik (1)
(keep in mind: Pendidik is everyone that have to teach someone)

Sering kali seorang guru mengatakan kepada muridnya apa yang salah dari diri murid tersebut. Dengan lantang dan jelas guru mengatakan kesalahan-kesalahan murid bahkan sambil memberikan bukti dan fakta bahwa ia benar-benar salah. Tapi guru sering lupa untuk memberi tahu apa dan benar dan kemudian mengajar si murid bagaimana ia dapat ke sana. Contoh: si Budi salah menulis kata "Bagaimana" dengan kata "Bagimana". Si guru mengatakan: "Ini salah! Masak menulis "bagaimana" saja tidak bisa? kamu kan sudah sekolah 5 tahun! sekolah dari kelas 1 sekarang sudah kelas 5 nulis "bagaimana" masih saja salah. Mau jadi apa kamu?" Si Budi hanya bengong dan mungkin bertanya-tanya dalam hatinya, sambil terdiam, berharap si guru melanjutkan bicaranya dengan nasihat yang baik. si guru berkata: "Sudah sana duduk di kursimu! dan kamu dihukum dengan tidak bisa mengikuti pelajaran berikutnya!" Jadi apa akhirnya si Budi? Mungkin ia akan jadi pengangguran dan tak tahu apa yang dapat ia lakukan.

Apakah demikian cara kita mendidik? Satu kalimat menunjukkan kesalahan seseorang, kalimat berikutnya seharusnya adalah tuntunan ke arah yang benar. Jika seekor burung saja bisa diajarkan bicara seperti manusia (http://www.youtube.com/watch?v=1PKwrvEXud0), apalagi seorang manusia yang memiliki akal budi dan kepandaian luar biasa? (http://www.youtube.com/watch?v=LfgZGm3nOOs)

Kata-kata kita mampu menciptakan seseorang seperti apa. Bukankah Tuhan juga demikian? Dengan berfirman (berkata saja) Tuhan menciptakan dunia ini. Kita adalah gambar dan rupa Allah (Galatia 3:7 mengatakan bahwa kita yang dibabtis dalam Kristus telah mengenakan Kristus dan dalam Ibr 1:3 Kristus disebut sebagai gambar wujud Allah (atau karakter dalam bhs yunaninya). Suatu karakter berarti bisa seperti cetakannya. Daud mengerti bahwa Allah begitu menghargai kita bahkan menganggap kita hampir sama sepertiNya (Mzm 8:5) kita juga bisa menciptakan manusia-manusia yang lebih baik dan berguna.

Pendidik (2)

Si Budi mungkin bukannya tidak bisa menulis krn kalau dia tidak bisa menulis,seharusnya dia tidak bisa naik kelas. Mungkin saja waktu menulis Budi masih ngantuk,temannya mengganggu,atau ada hal lain yang membuat Budi salah menulis. Mungkin saja sebelum pergi sekolah,Budi dimarah2i ibunya dengan kata2 yang abusive (merendahkan dan membebani secara emosi spt kata "Bodoh,idiot,tidak berguna,dll" mirip dg yang dikatakan si guru) yang membuat Budi tidak bisa berpikir dg baik di sekolah.

Menjadi pendidik,ternyata tidak hanya dituntut untuk melihat fakta sementara (precipitating factor) tapi juga harus mengerti menggali fakta sesungguhnya (predisposing factor). Budi tidak boleh dianggap bodoh (karena dia mungkin ia tidak pernah bicara/protes,atau mungkin memang wajah atau bentuk fisiknya yang tidak menarik), tapi mungkin ada faktor lain yang menyebabkan,yang ternyata jauh lebih penting.

Menjadi seorang pendidik perlu juga untuk tidak dengan mudah menghakimi,karena penghakiman kita,jika tidak ada dasar yang jelas,pada akhirnya itu hanyalah sebuah fatamorgana (bayang-bayang) pikiran kita sendiri.

Bagi sebagian besar kita, masalah terbesar kita adalah, tidak mengerti atau kurangnya pengetahuan tentang bagaimana harus hidup dan melaluinya dengan cara yang bijak. Banyak orang yang perlu diajarkan tentang 'way of life'. Seorang pendidik yang baik tidak hanya mengajarkan teori tapi juga mengajarkan bagaimana menerapkan itu. Syukur-syukur (alangkah lebih baik) disertai juga dengan teladan (meski setiap kita juga bergumul untuk menerapkannya).

"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu,karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Tim 4:16).

Kasih

1 Kor 13:1 
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."

Kasih sudah sangat sering dibahas dalam kehidupan kita. Tapi rasanya tidak habis masalah ini di kisahkan setiap hari, setiap jam, setiap detik. Karena sesungguhnya semua realita kehidupan terangkum dalam satu tema "Kasih."

Paulus membuka pembahasannya tentang kasih dengan mengungkapkan betapa penting "Kasih" ini. Kasih "ditempelkan" dengan keberadaan dirinya secara utuh; sebagai seorang manusia biasa, yang melayani, yang bekerja, dan yang berbagi segala hal yang ia miliki. Tanpa didasari atas kasih semuanya tidak berguna. Paulus menggambarkan hal ini dengan sebuah gong dan canang yang berbunyi tapi memang tidak ada gunanya.
Gong dari bahasa Yunaninya chalkos yang artinya brass (tembaga) yang berasal dari kata chalaoyang berarti to let down from a higher place to a lower (turun dari tempat yang tinggi ke tempat ke bawah). Kalau kita mengengar suara gong kita seperti diajak untuk selalu mendengar nada rendah. Tidak membawa kita kemana-mana.
Canang dalam bahasa Yunaninya kumbalon (cymbal) dari akar kata kuma yang memiliki arti gelombang laut. Diterjemahkan lebih lanjut sebagai wave of impulse and restless men, tossed to and fro by their raging passions (keinginan/dorongan yang bertubi-tubi dan seseorang yang tidak pernah berhenti, dilemparkan kesana kemari oleh nafsu yang dahsyat). Ini seperti mendengar sesuatu yang memekakan telinga dan hanya berisi satu keinginan, 'membuat ribut' saja. Jadi kemampuan atau apapun yang kita lakukan seharusnya punya Kasih sebagai tujuan atas segala sesuatu yang kita kerjakan dan kita miliki.

Saya sudah sering mendengar kotbah dan pembicaraan yang klise di atas mimbar gereja (tidak dipikir dan tidak digumuli apakah maknanya buat dirinya sendiri). Ada pengkotbah yang nada suaranya memang dibuat selalu rendah dan ada pengkotbah yang begitu berapi-api tapi apa yang dibicarakan tidak nyantol sama sekali di pikiran saya. Banyak orang berkotbah, mengajar, atau apalah yang dilakukannya, hanya untuk menunjukkan kepandaiannya, kerendahan hatinya, ketulusannya, keterlibatannya, dan betapa hebatnya pengetahuannya tentang apa yang dibicarakan. Bahkan sering kali pengkotbah lah yang justru menghakimi jemaat bukan firman yang menegur. Ada pengkotbah yang suka bicara "kita itu biasanya lebih suka melakukan yang salah daripada yang benar!" Dalam hati saya; "Nggak! saya berusaha melakukan yang benar!" Itu penghakiman tanpa dasar. Seharusnya dia berkata: "Kita semua seharusnya berusaha melakukan yang benar, meskipun keinginan daging kita adalah selalu mengarah untuk melakukan yang salah/dosa!"
Malah sering kali pujian yang sederhana dari hati yang mengasihi Allah lah yang membuat jemaat terkesima dan merasakan betul seperti apa kasih Allah itu.

Kasih itu seharusnya sudah melekat pada diri kita karena Yesus yang memberikannya dan menyatakannya melalui tindakanNya, dan keluar dalam pengorbanan kita kepada Allah. Namun seringkali tidak dirasa (oleh kita atau oleh orang lain) karena kita hanya mendengarkan keinginan kita sendiri.

Selamat hari Minggu, selamat melayani-Hanya untuk Dialah kita hidup dan bergerak-Neti




Selasa, 17 September 2013

Angkat Jangkar dan Mari Berlayar

Masyarakat pada umumnya, mengukur kesuksesan seseorang melalui seberapa banyak uang yang dimiliki orang tersebut, seberapa pengetahuan rohaninya, seberapa pintar otaknya, seberapa cepat caranya menanggapi sesuatu, atau seberapa ahli dia dalam apa yang dikerjakannya. Maka secara otomatis penghargaan datang dari sana sini, setelah ia 'bersinar'. Tapi banyak orang tidak peduli bagaimana orang lain mencapai kesuksesannya; apakah dengan cara yang benar atau tidak, sportif atau tidak. Sehingga pada puncak kejayaan seseorang, ada banyak yang menyoroti dan memberitakan di media sosial, tapi setelah dan sebelumnya, tidak ada yang peduli. Tidak terlalu ingin dimengerti karena memang tidak menyenangkan hati dan mungkin juga tidak semenarik yang dibayangkan (menurut saya, sebagian besar orang seringkali merasa sulit 'belajar' karena itu mereka sulit berubah). Orang hanya peduli ketika dia di atas. Namun perjalanan ke sana seringkali 'disembunyikan'. Akibatnya; orang lain yang merasa tidak 'sehebat' atau 'seberhasil' orang tersebut di atas, merasa berat melangkah untuk menunjukkan diri apa adanya. Kenapa? karena takut gagal; gagal dihargai, gagal 'diagungkan', gagal diperhatikan hasil kerjanya oleh orang lain (menurut Maxwell dalam buku Be All You Can Be, ada juga orang yang ternyata takut untuk sukses dan terkenal)- kegagalan yang pada dasarnya adalah lebih bersifat psikologi yang tidak kasat mata daripada kegagalan yang bersifat kuantitatif (bisa dihitung-dalam keuangan bisnis misalnya)- yang rupanya menjadi sebuah jangkar dalam diri seseorang untuk 'mandeg' (berhenti). Padahal Tuhan memberi kita paling sedikit satu talenta untuk dikembangkan. Satu talenta yang dikerjakan dengan baik akhirnya kita menemukan talenta kita yang lain dan menjadi untaian talenta yang hanya menjadi milik kita secara pribadi (individu).
Ada  dua kalimat yang baik dari manna sorgawi yang nyantol di hati saya: "Lebih baik memiliki sejumlah ide meskipun sebagiannya salah, daripada harus selalu benar namun tidak memiliki ide apa pun." -Edward de Bono. "Tidak melakukan apa-apa, tidak kehilangan apa-apa, dan tidak jadi siapa-siapa." Dan ada satu kalimat yang baik yang saya dengar dari Ibu Iin Tjipto di radio talitakum FM 108: "Beriman adalah ketika kita merasakan sakit (berdasarkan contoh yang diberikan,sakit ini berupa sakit fisik maupun non fisik), kita berseru kepada Tuhan dan mengatakan 'terima kasih' Tuhan!"                        


                                                                                                                                                   -by Neti Estin

Minggu, 08 September 2013

Selamat Jalan Tante...



Saya mengenal seorang Tante di suatu kota di Jawa Tengah. Ia begitu bersahaja dengan usianya yang sudah tidak muda, kira-kira hampir 60 tahunan. Wajahnya selalu mengisyaratkan senyuman dan ia tidka banyak dikenal orang. Perkenalan kami tidak luar biasa, karena ia tinggal di seberang rumah dimana saya menumpang untuk sementara waktu selagi pelayanan.
Ia selalu mengunjungi saya ketika ia sempat dan selalu membawa sesuatu setiap kali datang ke rumah. Yang saya kenal ia seorang janda dan ditinggal anak satu-satunya ke kota yang jauh tanpa pemberitahuan. Ia hidup sebagai seorang yang positif.
Suatu kali tante datang, dan pas sekali saya sedang sakit. Tante rupanya seorang perawat dan ia aktif melayani si sebuah klikin milik gereja tempat saya melayani. Lalu tanpa diminya ia mengecek tekanan darah, suhu badan dan denyut nadi saya. Dia tersenyum dan selalu tersenyum ketika berbicara; "Tidak apa-apa! Nanti saya kembali membawa obat. Ini ada kue. Tadi habis persekutuan. Buat kamu saja!" Dia berujar. Saya hanya bisa bilang "Terima kasih!". Dia pergi sambil menyapa mbah yang ada di rumah itu untuk menjaga rumah sambil cerita dan tertawa dia pergi.
Begitu selalu ia datang ke rumah. Saya selalu merasa terhibur dengan kedatangannya. Suatu kali tante datang dengan membawa surat tanah dan wajah yang penuh  kekuatiran. Dia mengatakan tanah dimana rumah berdiri sedang disengketa oleh karang taruna desa itu untuk pos kamling dan kegiatan karang taruna. Saya sdah lupa bagaimana detailnya, tapi saya mencoba mendengarkan Tante. Dalam hati saya: "Bagaimana aku menolongnya?" Saya memberanikan diri untuk menawarkan bantuan pergi ke kantor desa untuk meminta perlindungan dan keadilan pak lurah. Saya mengantar dia sambil terus berdoa: "Tuhan bantulah saya, saya tidak pernah menghadapi hal seperti ini. Kalau saya salah, anak-anak muda di desa akan ,menghajar Tante atau saya nantinya!" Tiba di kantor desa, kami mencari pak Lurah dan kebetulan Pak Lurah ada. Kami diminta duduk.Sambil duduk saya terus berdoa: "Tuhan tolong saya untuk berbicara!" Lalu tiba-tiba ada seorang Polisi datang dan juga duduk bersama dengan kami di kursi sebelah. Entah apa  yang sedang dia lakukan (Polisi itu tetap ada di sana sampai kami selesai berbicara). Bapak Lurah datang dan berbekal pengetahuan surat jual-beli ketika saya sekolah SMEA (sekretaris), saya menjelaskan duduk masalah dengan berpedoman dengan surat jual beli tanah yang kami bawa. Pak lurah mengangguk-angguk tanda mengerti dan sesekali melihat polisi yang sedang duduk di kursi sebelah kami. Lalu dengan mantap Pak Lurah mengatakan: "Ini tidak masalah. Nanti saya akan bicara pada anak-anak karang taruna di sana!" Kami berterima kasih dan pamit pulang. Kami melangkah keluar sambil juga berpamitan dengan pak polisi yang ada di ruangan itu. dia mengangguk dan kami pun pergi. Saya menoleh ke belakang dan melihat ternyata polisi itu juga keluar ketika kami pergi. Ah puji Tuhan dalam hati saya, untung ada polisi jadi saya merasa ada yang melindungi. Tapi percayakan Saudara apa yang saya pikirkan berikutnya? "Apakah polisi itu diutus Tuhan untuk menjaga kami?" Dalam hati saya, saya berterima kasih pada Tuhan bahwa Ia ada.

Tante begitu senang dengan pertolongan saya. Hari-hari berikutnya Tante menginjinkan saya membantunya di klinik tempatnya melayani penduduk yang sakit. "Ini pengobatan gratis, jadi mereka tidak perlu membayar. Hanya daftar anggota bayar 10.000 rupiah saja!" Lalu tante mengajari saya cara meracik obat dari resep yang diberika dokter di klinik itu. Tante juga mengajari saya bagaimana mengatur susunan obat sesuai daftar antrian dan berbicara dengan para pasien  yang rata-rata adalah orang desa. Setiap kali Tante bertugas saya selalu menyempatkan diri untuk membantunya. Kadang memang ramai sampai-sampai dibutuhkan 3 orang di ruang obat.

Pertemanan saya dengan Tante terjalin selama saya melayani di tempat itu. Selama itu saya belajar banyak dari Tante yang sederhana ini. Pernah suatu kali Tante menderita sesak nafas karena ada otot nya yang terjepit di bawah ketiak. Saya ingat saya bis memijat. Tapi saya juga tahu saya tidak boleh ceroboh memijat Tante yang sudah berumur. Jangan-jangan tulangnya retak kalau saya urut. Tapi untunglah Tante sedikit gemuk jadi saya tidak terlalu kuatir. Empat kali selama 4 hari dan masing-masing selama 2 jam, saya memijat Tante dengan pengetahuan pijat dari nenek saya yang juga seorang tukang pijat di desanya. Sambil memijat saya terus berdoa dan saya tidak tahu apakah saya sudah benar atau tidak tapi kenapa Tante tidak kunjung sembuh. Saya menyarankan dia pergi ke dokter, tapi dia tidak punya uang jika dokter memintanya untuk rawat inap. Saya betul-betul bingung. Saya juga tidak punya uang dan saya tidak punya kenalan yang bisa dimintai tolong. Maklum saya orang baru dan saya juga tidak tahu siapa yang bisa membantu Tante. Ah ya sudah saya pijit saja. Saya terus kembali ke rumah Tante. dan selama itu Tante tidak melayani di klinik karena sesak nafas. Saya selalu kembali untuk memijat dan saya juga selalu berdoa sambil terus memijat. Saya berdoa:  "Tuhan tolong Tante supaya sembuh!" Di hari kelima Tante datang ke rumah saya dan tersenyum. Dia berkata dia sudah sembuh tangannya sudah bisa bergerak lagi dan dia juga sudah tidak sesak nafas lagi. "Ahh Puji Tuhan" dalam hati saya. Lalu tante beraktifitas seperti biasa kembali. Kalau ia sedang tidak bertugas di klinik, Tante berjalan kaki ke sana kemari untuk mengunjungi orang-orang tua yang sakit dan memeriksa tekanan darah mereka. Jika dia membawa obat, dia biasa membawa obat penurun tekanan darah tinggi. Dengan kedua kakinya (yang menurut saya tidak sempurna bentuknya), dia melayani orang-orang tanpa meminta balasan. Kadang ia membawa pulang keripik sebagai ucapan terima kasih seorang tua yang dikunjunginya. Atau ia menunjukkan kepada saya, kalau ia mendapat sehelai sapu tangan dari seorang nenek yang baru saja ia kunjungi. Saya  bertanya pada Tante: "Lalu bagaimana Tante hidup? Darimana uang untuk makan sehari-hari? (karena ada tiga orang lain di rumahnya yang ia ayomi yakni menantu dan 2 orang cucunya)" Dia hanya tersenyum dan berkata: "Dari Tuhan!" dan tertawa. Karena hati Tante yang begitu tulus, saya ingin sekali membantu Tante dengan menolong SPP ke dua cucunya. Memang tidak besar pemberian saya, karena saya pun masih kuliah, tapi saya bersyukur bisa belajar memberi seperti Tante (bukan bermaksud menyombingkan diri tapi saya belajar memberi karena belajar dari Tante yang memberi begitu limpah kepada setiap orang yang dilayaninya). Meski tidak semua bagian hidupnya indah, Tante memberi hidupnya untuk menolong orang lain.

Masa pelayanan saya sudah hampir berakhir di sana. Dan saya berpamitan pada Tante. Tante terlihat berkaca-kaca tapi tetap tertawa. Sambil memegang tangan saya dia berkata: "jangan lupa ya sama kami di sini! Kalau ke sini lagi mampir ke rumah ya!". Saya cuma mengangguk dan segera pergi. Saya tidak mau Tante melihat saya sedih. Saya suka tinggal di kota ini, tapi ini adalah tugas saya, saya harus melanjutkan kuliah. Biarlah Tuhan yang akan beserta dengan Tante sekelurga.

Setelah kami berjauhan, saya mendengar kaki Tante patah karena jatuh masuk ke selokan ketika berjalan kaki ke rumah orang-orang jompo yang rutin ia kunjungi. Setelah itu ia ditampung di rumah jompo. Tapi di sana ia juga melayani ketika sudah sembuh. Terakhir saya mengunjungi dia, dia sedang duduk di kursi roda karena jatuh untuk kedua kalinya. Orang setua dia sudah susah untuk mengurus diri tapi tetap melayani opa dan oma yang juga sulit untuk mengurus diri. Kehadiran Tante di sana bukan hanya sebagai teman tapi juga sebagai perawat, karena dia memang lulusan sekolah perawat (nurse). Dia begitu senang bertemu saya dan meminta saya tetap kontak. Ya saya usaha semampu saya.

Kehidupan terus berjalan...sampai dua minggu lalu saya mendengar kabar bahwa Tante telah berpulang ke pangkuan Bapa. Saya merasa kehilangan Tante. Saya menulis ini untuk mengingat dia dan pelayanannya.
Selamat jalan Tante...
Mengingat Tante, saya teringat apa yang dikatakan Rasul Petrus: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu..." (Kis 3:6).


(Didedikasikan untuk Tante Kristina oleh Neti Estin 9 Sept 2013)























Senin, 26 Agustus 2013

Rasakan KasihNya

Di tengah mendung, ternyata matahari masih tetap ada. Dia tidak pergi, hanya saja ada yang menghalanginya bersinar. Begitu pula kasih Tuhan dalam hati kita. Kasih itu ada tapi tidak dapat kita rasakan jika ada sesuatu yang membuat kita tidak dapat mempercayaiNya.
                                                                                                                                                  -Neti Estin


At Bedugul-Bali In Agustus 2013

Senin, 15 Juli 2013

Mau Begini atau Begitu Tuhan Yesus Tetap Baik

"Aku ingin begini, aku ingin begitu, semua dapat dikabulkan dengan kantong ajaib..." (ost Doraemon).

Wah seandainya semua orang punya kantong yang sama, maka dunia akan penuh dengan barang-barang tidak berguna dan dengan orang-orang malas yang kehabisan tenaga memuaskan keinginannya. 
Yah begitulah keadaannya jika terlalu berlebihan dan tanpa batasan. BUkannya kebaikan tapi justru keburukan akan datang.
Mungkin kalau dibayangkan enak juga memiliki kantong ajaib yang memberi semua keinginan kita, tapi Tuhan itu kok ga begitu ya.
Kadang Tuhan tidak mengabulkan apa yang kita inginkan dan doakan bahkan yang menurut kita hal yang paling baik sekalipun, yang kita anggap kita mau berikan untuk kemuliaanNya.
Tuhan ternyata punya berbagai cara bahkan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dan rupanya cara Tuhan itu, jika kita pikirkan baik-baik, itu semua untuk kebaikan kita dan untuk memenuhi apa sebenarnya kebutuhan kita yang terdalam. Karena Dia tahu dan kenal kita bahkan ketika kita sendiri tidak menyadarinya.
Rupanya yang kita lakukan untuk kemuliaanNya jika terlalu berlebihan juga tidak baik. Karena Tuhan tidak menuntut pengorbanan kita untuk melayaniNya. Dia tidak meminta kita untuk menderita. Tidak sekalipun karena Dia telah berkorban dan menderita bagi kita. Dia hanya minta agar kita berada dalam Dia dan mengasihiNya. Menikmati indahNya relasi kita dengan Dia; dalam tangis dan tawa.
Apa yang nyaman buat kita selama ini, mungkin ia tidak inginkan. Karena kenyamanan ternyata menjauhkan kita dariNya. Sehingga ada kalanya Ia ijinkan hidup kita mengalami ketidaknyamanan. Dan Dia meminta kita untuk berada dekat denganNya...lebih mengenalNya melalui segala hal yang terjadi dalam hidup kita.

"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu." Yoh 15:9.




Kamis, 27 Juni 2013

Kepentingan VS Kebenaran


Ternyata ketika berhadapan dengan kepentingan pribadi, setiap orang menjadi tidak peduli dengan orang lain dan tidak mau tahu lagi apa yang dialami pihak lain. 'Hantam' saja, asal kepentingannya tidak terganggu. Berbicara mengenai 'kepentingan' maka perbedaan antara benar dan salah bukan hanya menjadi abu-abu tapi bisa dihilangkan begitu saja, sungguh suatu hal yang ironis. Apalagi jika 'kepentingan' ini dihubungkan dengan kekuasaan, maka itu akan menjadi suatu 'kriminalitas' dalam bentuk yang tidak kasat mata. Betapa rendahnya orang-orang seperti ini. Seharusnya mereka menggunakan kuasa yang dari atas itu untuk membawa damai bagi semua orang bukan hanya untuk mempertahankan kedudukannya sendiri. Ujung-ujungnya benar yang dikatakan Tuhan Yesus pada Pilatus Yoh 19:11
Yesus menjawab: "Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas...
Berhadapan dengan orang-orang seperti ini, apa yang bisa kita lakukan untuk membela diri? (kembali kepentingan juga berbicara di sini). Jawabannya: tidak ada! Karena jika masing-masing tidak bertobat, suatu hari nanti kuasa itu akan diambil dari mereka dan akan diberikan pada orang yang tepat. Dan orang yang hanya berkutit pada persoalan kuasa, tidak akan tenang hidupnya karena seperti seseorang yang berbantah dengan yang KUASA. Seperti kisah Saul dan Daud.
Lalu bagaimana dengan orang yang 'dihantam' dengan ketidak-adilan? Orang-orang ini diperintahkan Tuhan untuk tidak membalas, karena pembalasan adalah hak Allah. Mereka hanya perlu bertahan dalam kebenaran bahkan sampai mati dalam keintegritasan mereka.
Tidak akan ada yang tahu bagaimana nasib orang-orang ini. Hanya yang Kuasa yang tahu; mungkin merekalah yang akan menerima kuasa dari atas. Atau mungkin juga mereka hanya menjadi orang pinggiran yang meneladani atau lebih buruk lagi menjadi seorang 'hukuman' dengan citra yang buruk tanpa dikenal. Tidak ada yang tahu.
Rm 14:12
"Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah."

Sabtu, 08 Juni 2013

Saat sesuatu amat berat, saatnya PENGAMPUNAN membebat. When something so tough to better, FORGIVENESS is a matter. -Neti Estin