Minggu, 08 September 2013

Selamat Jalan Tante...



Saya mengenal seorang Tante di suatu kota di Jawa Tengah. Ia begitu bersahaja dengan usianya yang sudah tidak muda, kira-kira hampir 60 tahunan. Wajahnya selalu mengisyaratkan senyuman dan ia tidka banyak dikenal orang. Perkenalan kami tidak luar biasa, karena ia tinggal di seberang rumah dimana saya menumpang untuk sementara waktu selagi pelayanan.
Ia selalu mengunjungi saya ketika ia sempat dan selalu membawa sesuatu setiap kali datang ke rumah. Yang saya kenal ia seorang janda dan ditinggal anak satu-satunya ke kota yang jauh tanpa pemberitahuan. Ia hidup sebagai seorang yang positif.
Suatu kali tante datang, dan pas sekali saya sedang sakit. Tante rupanya seorang perawat dan ia aktif melayani si sebuah klikin milik gereja tempat saya melayani. Lalu tanpa diminya ia mengecek tekanan darah, suhu badan dan denyut nadi saya. Dia tersenyum dan selalu tersenyum ketika berbicara; "Tidak apa-apa! Nanti saya kembali membawa obat. Ini ada kue. Tadi habis persekutuan. Buat kamu saja!" Dia berujar. Saya hanya bisa bilang "Terima kasih!". Dia pergi sambil menyapa mbah yang ada di rumah itu untuk menjaga rumah sambil cerita dan tertawa dia pergi.
Begitu selalu ia datang ke rumah. Saya selalu merasa terhibur dengan kedatangannya. Suatu kali tante datang dengan membawa surat tanah dan wajah yang penuh  kekuatiran. Dia mengatakan tanah dimana rumah berdiri sedang disengketa oleh karang taruna desa itu untuk pos kamling dan kegiatan karang taruna. Saya sdah lupa bagaimana detailnya, tapi saya mencoba mendengarkan Tante. Dalam hati saya: "Bagaimana aku menolongnya?" Saya memberanikan diri untuk menawarkan bantuan pergi ke kantor desa untuk meminta perlindungan dan keadilan pak lurah. Saya mengantar dia sambil terus berdoa: "Tuhan bantulah saya, saya tidak pernah menghadapi hal seperti ini. Kalau saya salah, anak-anak muda di desa akan ,menghajar Tante atau saya nantinya!" Tiba di kantor desa, kami mencari pak Lurah dan kebetulan Pak Lurah ada. Kami diminta duduk.Sambil duduk saya terus berdoa: "Tuhan tolong saya untuk berbicara!" Lalu tiba-tiba ada seorang Polisi datang dan juga duduk bersama dengan kami di kursi sebelah. Entah apa  yang sedang dia lakukan (Polisi itu tetap ada di sana sampai kami selesai berbicara). Bapak Lurah datang dan berbekal pengetahuan surat jual-beli ketika saya sekolah SMEA (sekretaris), saya menjelaskan duduk masalah dengan berpedoman dengan surat jual beli tanah yang kami bawa. Pak lurah mengangguk-angguk tanda mengerti dan sesekali melihat polisi yang sedang duduk di kursi sebelah kami. Lalu dengan mantap Pak Lurah mengatakan: "Ini tidak masalah. Nanti saya akan bicara pada anak-anak karang taruna di sana!" Kami berterima kasih dan pamit pulang. Kami melangkah keluar sambil juga berpamitan dengan pak polisi yang ada di ruangan itu. dia mengangguk dan kami pun pergi. Saya menoleh ke belakang dan melihat ternyata polisi itu juga keluar ketika kami pergi. Ah puji Tuhan dalam hati saya, untung ada polisi jadi saya merasa ada yang melindungi. Tapi percayakan Saudara apa yang saya pikirkan berikutnya? "Apakah polisi itu diutus Tuhan untuk menjaga kami?" Dalam hati saya, saya berterima kasih pada Tuhan bahwa Ia ada.

Tante begitu senang dengan pertolongan saya. Hari-hari berikutnya Tante menginjinkan saya membantunya di klinik tempatnya melayani penduduk yang sakit. "Ini pengobatan gratis, jadi mereka tidak perlu membayar. Hanya daftar anggota bayar 10.000 rupiah saja!" Lalu tante mengajari saya cara meracik obat dari resep yang diberika dokter di klinik itu. Tante juga mengajari saya bagaimana mengatur susunan obat sesuai daftar antrian dan berbicara dengan para pasien  yang rata-rata adalah orang desa. Setiap kali Tante bertugas saya selalu menyempatkan diri untuk membantunya. Kadang memang ramai sampai-sampai dibutuhkan 3 orang di ruang obat.

Pertemanan saya dengan Tante terjalin selama saya melayani di tempat itu. Selama itu saya belajar banyak dari Tante yang sederhana ini. Pernah suatu kali Tante menderita sesak nafas karena ada otot nya yang terjepit di bawah ketiak. Saya ingat saya bis memijat. Tapi saya juga tahu saya tidak boleh ceroboh memijat Tante yang sudah berumur. Jangan-jangan tulangnya retak kalau saya urut. Tapi untunglah Tante sedikit gemuk jadi saya tidak terlalu kuatir. Empat kali selama 4 hari dan masing-masing selama 2 jam, saya memijat Tante dengan pengetahuan pijat dari nenek saya yang juga seorang tukang pijat di desanya. Sambil memijat saya terus berdoa dan saya tidak tahu apakah saya sudah benar atau tidak tapi kenapa Tante tidak kunjung sembuh. Saya menyarankan dia pergi ke dokter, tapi dia tidak punya uang jika dokter memintanya untuk rawat inap. Saya betul-betul bingung. Saya juga tidak punya uang dan saya tidak punya kenalan yang bisa dimintai tolong. Maklum saya orang baru dan saya juga tidak tahu siapa yang bisa membantu Tante. Ah ya sudah saya pijit saja. Saya terus kembali ke rumah Tante. dan selama itu Tante tidak melayani di klinik karena sesak nafas. Saya selalu kembali untuk memijat dan saya juga selalu berdoa sambil terus memijat. Saya berdoa:  "Tuhan tolong Tante supaya sembuh!" Di hari kelima Tante datang ke rumah saya dan tersenyum. Dia berkata dia sudah sembuh tangannya sudah bisa bergerak lagi dan dia juga sudah tidak sesak nafas lagi. "Ahh Puji Tuhan" dalam hati saya. Lalu tante beraktifitas seperti biasa kembali. Kalau ia sedang tidak bertugas di klinik, Tante berjalan kaki ke sana kemari untuk mengunjungi orang-orang tua yang sakit dan memeriksa tekanan darah mereka. Jika dia membawa obat, dia biasa membawa obat penurun tekanan darah tinggi. Dengan kedua kakinya (yang menurut saya tidak sempurna bentuknya), dia melayani orang-orang tanpa meminta balasan. Kadang ia membawa pulang keripik sebagai ucapan terima kasih seorang tua yang dikunjunginya. Atau ia menunjukkan kepada saya, kalau ia mendapat sehelai sapu tangan dari seorang nenek yang baru saja ia kunjungi. Saya  bertanya pada Tante: "Lalu bagaimana Tante hidup? Darimana uang untuk makan sehari-hari? (karena ada tiga orang lain di rumahnya yang ia ayomi yakni menantu dan 2 orang cucunya)" Dia hanya tersenyum dan berkata: "Dari Tuhan!" dan tertawa. Karena hati Tante yang begitu tulus, saya ingin sekali membantu Tante dengan menolong SPP ke dua cucunya. Memang tidak besar pemberian saya, karena saya pun masih kuliah, tapi saya bersyukur bisa belajar memberi seperti Tante (bukan bermaksud menyombingkan diri tapi saya belajar memberi karena belajar dari Tante yang memberi begitu limpah kepada setiap orang yang dilayaninya). Meski tidak semua bagian hidupnya indah, Tante memberi hidupnya untuk menolong orang lain.

Masa pelayanan saya sudah hampir berakhir di sana. Dan saya berpamitan pada Tante. Tante terlihat berkaca-kaca tapi tetap tertawa. Sambil memegang tangan saya dia berkata: "jangan lupa ya sama kami di sini! Kalau ke sini lagi mampir ke rumah ya!". Saya cuma mengangguk dan segera pergi. Saya tidak mau Tante melihat saya sedih. Saya suka tinggal di kota ini, tapi ini adalah tugas saya, saya harus melanjutkan kuliah. Biarlah Tuhan yang akan beserta dengan Tante sekelurga.

Setelah kami berjauhan, saya mendengar kaki Tante patah karena jatuh masuk ke selokan ketika berjalan kaki ke rumah orang-orang jompo yang rutin ia kunjungi. Setelah itu ia ditampung di rumah jompo. Tapi di sana ia juga melayani ketika sudah sembuh. Terakhir saya mengunjungi dia, dia sedang duduk di kursi roda karena jatuh untuk kedua kalinya. Orang setua dia sudah susah untuk mengurus diri tapi tetap melayani opa dan oma yang juga sulit untuk mengurus diri. Kehadiran Tante di sana bukan hanya sebagai teman tapi juga sebagai perawat, karena dia memang lulusan sekolah perawat (nurse). Dia begitu senang bertemu saya dan meminta saya tetap kontak. Ya saya usaha semampu saya.

Kehidupan terus berjalan...sampai dua minggu lalu saya mendengar kabar bahwa Tante telah berpulang ke pangkuan Bapa. Saya merasa kehilangan Tante. Saya menulis ini untuk mengingat dia dan pelayanannya.
Selamat jalan Tante...
Mengingat Tante, saya teringat apa yang dikatakan Rasul Petrus: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu..." (Kis 3:6).


(Didedikasikan untuk Tante Kristina oleh Neti Estin 9 Sept 2013)