Minggu, 21 Oktober 2012

Renungan Bulan Keluarga 22-26 Oktober 2012


Fungsi dan Peran Anggota Keluarga

Pengantar

Seperti sebuah tubuh memiliki anggota-anggota tubuh yang memiliki fungsi dan peran masing-masing,  demikian pula setiap anggota keluarga adalah tubuh yang memiliki fungsi dan peranan masing-masing. Fungsi dan peraan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Secara Fungsi, setiap anggota keluarga memiliki tugas masing-masing. Dan secara peran, setiap anggota keluarga diminta untuk berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di dalam Alkitab di tulis: "Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah." (1 Korintus 11:3, Kej 2). Jadi jelas bahwa fungsi laki-laki adalah kepala. Fungsi perempuan adalah penolong yang sepadan. Peran laki-laki adalah suami dan ayah yang melindungi dan memberi rasa aman sesuai dengan fungsinya. Sedangkan peran perempuan adalah istri dan ibu yang merawat suami/ayah dan anak-anak, dan membantu laki-laki berperan sebagai kepala. 

  

Senin, 22 Oktober 2012
Fungsi dan Peran Ayah
Kej 46:1-34

Ayat 29, Yusuf memeluk Yakub dan menangis sejadi-jadinya. Peristiwa serupa pernah juga dilakukan Yakub kepada Rahel pada masa pelariannya dari Esau (Kej 29:11) ketika ia pertama kali bertemu Rahel kerabatnya. Ini menyiratkan bahwa perjalanan di negeri orang sangat menegangkan dan tidak nyaman. Bertemu dengan keluarga sendiri seperti suatu oase yang memberi kesegaran dan keamanan. Mungkin ketika Yakub dan Yusuf pergi dan melewati padang pasir, mereka menghadapi bahaya yang tidak sedikit. Belum lagi suhu yang tinggi, tidak ada air disepanjang perjalanan dan jalanan yang sepi. Tanpa kenal seorangpun dan sendirian inilah mungkin yang membuat Yakub, Yusuf, menangis di pelukan keluarganya. Kalau kita ingat lagi, sejak dari Abraham sampai Yakub mereka selalu mendirikan mezbah setiap kali berhenti di suatu tempat ketika mereka melakukan perjalanan. Itu sebagai perwujudan untuk mengingat bahwa Allah selalu bersama mereka untuk melindungi mereka dari alam di sana yang begitu ganas dan dari ancaman-ancaman lain.

Seperti Yakub, seorang ayah adalah peran yang tidak akan hilang atau usang atau peran yang dapat dibatalkan. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu muka, Yakub tetaplah ayah Yusuf.
Ada beberapa orang yang berpikir ”seandainya ayahku bukan dia?” Kita memang tidak bisa memilih siapa orang tua kita, ini adalah sebuah misteri Allah dan kita percaya Ia memiliki rencana terhadap kita. Ada juga yang berpikir untuk meninggalkan ayahnya atau sengaja membuat ayahnya sedih sebagai bentuk pembalasan. Ini juga tidak perlu, karena bagaimana pun kita, ia tetap ayah kita. Demikian pula sebaliknya, bagi sang ayah. Ia tidak dapat membatalkan perannya ini hanya karena ia tidak bisa menerima anaknya.

Seorang ayah tidak boleh lupa bahwa kehadirannya memberikan perlindungan dan rasa aman. Perlindungan yang diberikan seorang ayah bukan hanya dalam hal keamanan secara fisik (membuat rumah yang aman) bagi keluarganya, ia juga memberi rasa aman anggota keluarganya dengan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kehadiran ayah juga penting bagi keluarganya. Entah mengapa, kehadiran ayah secara fisik di rumah, secara otomatis, membuat keluarganya merasa aman. Jangan sampai ayah berpikir bahwa uang atau barang bisa menggantikan kehadirannya, karena tidak ada manusia pengganti bagi seorang ayah.

Fungsi ayah sebagai peminpin keluarga juga memberikan pendidikan yang benar.
Seorang ayah berada di pantai dengan anak-anaknya ketika anak empat tahun berlari ke arahnya, meraih tangannya, dan membawanya ke pantai di mana burung camar terbaring mati di pasir. "Ayah, apa yang terjadi padanya?" anak itu bertanya. "Dia meninggal dan pergi ke surga," jawab ayah. Anak itu berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Apakah Tuhan melemparkannya kembali ke bawah?"
Pengajaran ayah akan mempengaruhi pandangan hidup anaknya sampai ia dewasa, karena ayah akan selalu didengar perkataannya.

Kalau dipikir-pikir kenapa ada orang sangat membenci ayah mereka? Ya karena sebenarnya orang tersebut ingin sampaikan adalah bahwa ia rindu ayahnya, dan bahwa ia butuh ayahnya mengasihinya.
Kita patut bersyukur karena disamping bapa kita di dunia, kita punya Bapa di sorga. Sehingga kalau bapa kita di dunia tidak ada lagi di dunia ini atau tidak berperan di dunia ini, Allah Bapa kita di sorga akan menggantikannya (Mzm 27:10).


Pertanyaan bagi ayah: Sudahkah Saudara menjadi ayah bagi anak-anak Saudara?



Selasa, 23 Oktober 2012
Fungsi dan Peran Ibu: Mengurus & Menyayangi
Kej 3:20

Hawa (berarti: hidup) adalah Ibu dimana daripadanya lah lahir “kehidupan“.
Berikut adalah cerita singkat pergumulan seorang ibu yang bergelut dengan “kehidupan“ anak-anaknya.

Aku telah menunda cukup lama. Sekarang tiba saatnya untuk mampir ke perpustakaan sekolah dan melengkapi data-data tiga orang anakku yang telah bersekolah.

Mengapa penundaan ini bisa terjadi?

Aku harus mengurus empat orang anak, dan masing-masing anak harus mendapat serangkaian suntikan imunisasi, sementara aku adalah seorang ibu pikun yang lupa menyimpan dimana berkas ”Imunisasi anak.” Untunglah, aku mencari di deretan ”P” untuk ”Pengalaman Traumatis”. Mencari akta kelahiran anak juga sama sulitnya bagiku.

Aku bertanya pada sekretaris sekolah apakah aku boleh hanya menunjukkan bagian yang melar pada tubuhku sebagai bukti akulah yang melahirkan anak-anakku. Saat selesai mengisi semua formulir, aku begitu lelah hingga aku mengisi ”ragu-ragu” pada kolom ”nama” dan ”tidak dapat dipakai” pada kolom ”jenis kelamin”.

Anakku yang belum bersekolah, Gabe, yang ikut bersamaku dalam kunjungan itu, sangat tenang. Saat aku melihatnya, aku tahu mengapa ia sangat tenang; Ia sedang menjilat dan menempel banyak perangko pada rak-rak perpustakaan dengan gembira.

Setengah jam kemudian, setelah semua rak ditempeli perangko, aku menggendong Gabe dan bergegas menuju mobil sambil bergumam, ”Gabe, Mama harus mampir ke toko, membersihkan rumah, dan ...” Ketika menurunkannya ke bangku mobil, aku merasakan tangannya semakin erat melingkar di bahuku dan nafasnya menghangatkan leherku. ”Dan menyanyangiku,” bisiknya.

Aku merasa seolah-olah sedang berlari dengan kecepatan tertinggi, dan mendadak menabrak kawat yang terbentang di tengah jalan. Sambil menatap wajah Gabriel yang sedang mendongak ke atas, aku merapikan rambut hitam yang halus dari keningnya, sambil bersyukur atas anak usia tidak tahun ini, yang memiliki penetapan prioritas yang tepat.

”Ya,” aku menjawab sambil memeluknya dengan erat, ”Dan yang paling penting: menyayangimu.” 

(Cerita berikut diceritakan oleh Becky Freeman dalam buku: Kado Cinta Untuk Ibuku)




Pertanyaan bagi ibu: Sudahkah kita mengurus dan menyayangi anak-anak kita di atas segala pekerjaan, aktifitas, dan kesenangan kita? Atau sebaliknya, sudahkah kita memiliki waktu bagi diri sendiri untuk ’tenang’ dan menyelami diri apa yang sudah kita lakukan, supaya kita tidak perlu selalu tergesa-gesa? Apakah itu menyenangkan Bapa atau hanya untuk sekedar melaksanakan tugas kita sebagai seorang Ibu?



Takdir masa depan seorang anak selalu merupakan hasil karya seorang ibu.                                                      -Napoleon

Rabu, 24 Oktober 2012
Sebuah Pencerahan Bagi Anak
Mat 1:1-17

Bagi seorang yang sudah dewasa
yang sedang jauh dari orang tua
akan sering merasa kangen dengan ibunya...

Bagaimana dengan Ayah??

Mungkin karena sosok ibu lebih sering menelpon
atau hanya sekedar menanyakan keadaanmu...

Tapi tahu kah kamu..
Jika ternyata ayah lah yang mengingatkan
Ibu untuk menelponmu...??

Saat kecil,
Ibu lah yang lebih sering mendongeng,
Tapi taukah kamu bahwa sepulang Ayah bekerja
dengan wajah lelah,
beliau selalu menanyakan pada ibu apa yang kamu lakukan seharian.

Saat kamu sakit, batuk atau pilek,
Ayah kadang membentak
"sudah dibilang!! jangan minum es!!"
Tapi tau kah kamu bahwa Ayah khawatir??

ketika kamu remaja,
kamu menuntut untuk mendapatkan izin keluar malam.
Ayah dengan tegas mengatakan "tidak boleh!!"
Sadarkah kamu bahwa Ayah hanya ingin menjagamu??

__karena bagi Ayah, kamu adalah suatu hal dalam hidupnya yang sangat berharga__

Saat kamu lebih bisa dipercaya,
Ayah pun melonggarkan peraturannya,
Kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.

Maka yang dilakukan ayah adalah menunggu di ruang tamu dengan sangat khawatir.

Ketika kamu dewasa,
dan harus kuliah diluar kota.
Ayah harus melepasmu.
Tahukah kamu bahwa badan Ayah sangat terasa kaku untuk memelukmu??

Dan Ayah sangat ingin menangis,
Disaat kamu memerlukan ini itu,
untuk keperluan sekolah,
ayah hanya mengernyitkan dahi,
tetapi tanpa menolak beliau memenuhinya.

AYAH... sangat menyayangimu,
tapi seorang Ayah sulit mengungkapkan dari perkataan dan perbuatan seperti ibu.

Sampai suatu ketika,
teman pasangan mu datang untuk meminta izin mengambilmu dari ayah,
Ayah akan sangat hati hati dalam memberi izin.

Dan akhirnya saat Ayah melihatmu duduk dipelaminan,
bersama orang yang dianggapnya pantas,
Ayah akan tersenyum bahagia.

Apa kamu tahu?
Ayah pergi kebelakang dan menangis??

Ayah menangis karena sangat bahagia.

Semoga putra/i kecilku yang kini telah dewasa berbahagia 
bersama pasangannya.

Setelah itu  ayah hanya bisa menunggu kedatangan mu 
bersama cucu-cucunya yang sesekali datang menjenguknya.
Dengan rambut yang memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu.


                                                                                                                               By AyuChuwitree


Doa bagi anak: Bersyukur bagi ayah yang kita miliki.






Kamis, 25 Oktober 2012
Wajah Ibu
Mat 19:19, Ams 6:20, Ams 15:20


Dibaca oleh anak:
Gambar wajah ibu bisa dua; ‘cantik rupa’ atau ‘buruk rupa’. Cantik kalau ia tersenyum dan ramah kepadaku tapi ’buruk’ kalau ia sedang memarahiku. Apakah itu yang ada dalam pikiranku?

Dibaca oleh ibu:
Silahkan perhatikan gambar di bawah ini. Menurutmu gambar di bawah ini, wanita 'cantik rupa' atau wanita ‘buruk rupa’? Coba kamu pandangi wajah ibumu, apakah wajahnya bagimu?


Pandangan kita akan sesuatu bisa berubah tergantung bagaimana cara kita memandangnya. Dan ketika pandangan kita berubah emosi kita juga berubah. "Sesamamu" mengacu kepada setiap orang yang berhubungan dengan kita, termasuk ibu. Ibu bukanlah sekadar orang yang tinggal di dekat dengan kita, ia adalah orang yang memperjuangkan hidupnya untuk kelahiran kita di dunia. Ia bukan musuh. Ia sepenuhnya adalah cinta. Mungkin bahasa cintanya berbeda dari yang kita harapkan, dan kadang itu membuat keributan. Tapi mengapa kita tidak berusaha memahaminya. Justru ia bersikap apa adanya karena dia adalah ibu yang jujur dan setia. Kalau ibu bersikap pura-pura, ia bukan ibu kita tapi artis sinetron terkenal. Jangan marah padanya karena itu hanya akan menyengsarakanmu karena kemarahanmu menjauhkanmu darinya. Padahal jelas-jelas kamu tidak dapat berpisah darinya. Betul?

Seorang polisi memperhatikan seorang anak laki-laki kecil yang membawa banyak barang di belakang sepeda roda tiga, memutari blok rumahnya. Akhirnya sang polisi menanyai anak itu kemana ia hendak pergi. ”Aku melarikan diri dari rumah,” jawab bocah lelaki itu.
Polisi tersebut bertanya lagi padanya, ”Lalu mengapa kamu hanya terus menerus mengelilingi blok rumahmu?” Anak itu menjawab, ”Ibuku tidak mengizinkanku menyeberang jalan.”

(Cerita diambil dari buku: Kado Cinta Untuk Ibuku)

Ajakan untuk anak dan ibu: Ayo kita berbaikan! Ayo saling bermaafan dan peluk anak Ibu.


Being a full-time mother is one of the highest salaried jobs... since the payment is pure love.  Menjadi ibu sepenuh waktu adalah pekerjaan dengan gaji tertinggi…karena bayarannya adalah cinta murni.                            ~Mildred B. Vermont




Jumat, 26 Oktober 2012
Memaksimalkan Cinta
Yoh 15:9-17


Diri kita belum selesai. Hidup kita belum sampai pada titik terakhir. Kita masih dapat berkembang. Kita masih dapat maju. Kita masih ada perjalanan menuju ke kepenuhan diri dan kepenuhan hidup.

Kita tidak tahu panjang-pendeknya waktu yang masih tersedia bagi kita. Bagaimanapun juga kita dituntut untuk bergerak. Gerak kita tentu saja adalah karena kita memiliki tujuan yang mengarahkan kita. Tujuan yang menjadi cita-cita kita untuk keluarga. Cita-cita itu adalah memaksimalkan cinta. Cinta harus nyata mulai dari rumah kemudian kepada orang-orang lain di sekitar kita.

Mencintai keluarga adalah cita-cita kita untuk memuliakan Allah, karena Allah sendiri  yang memerintahkannya. Mencintai keluarga bukanlah hal yang susah jika kita menyadari bahwa mencintai adalah sebuah pilihan. Kita boleh memilih untuk mencintai atau tidak mencintai keluarga kita. Pilihan-pilihan yang kita buat itu akan membentuk kita menjadi orang seperti apa di masa depan. Karena itu pilihan untuk mencintai adalah sekarang ini. Karena jika kita sudah tidak ada lagi di dunia ini, kita tidak lagi memiliki kesempatan untuk mencintai orang-orang yang seharusnya kita cintai. Jika kita belum bisa memilih untuk mencintai, pertanyaannya: sampai kapan? Pada kita ada iman dan perbuatan.

Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan,  dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku  dari perbuatan-perbuatanku."

Jika mencintai adalah hal yang diusahakan, maka lambat laun mencintai adalah hal yang biasa dan dengan mudah dilakukan. Selamat mencintai dan mencintai lebih lagi.


Hari ini

Hari ini
Betapa indah dan menggairahkan!

Sebab hari ini
Adalah saat untuk tumbuh dan berjasa.
Hari kemarin adalah impian.
Hari esok adalah bayangan.

Hari ini yang terisi baik membuat
Hari kemarin impian yang membahagiakan
Hari esok bayangan yang penuh harapan

Pusatkan, jadinya, pada hari ini.
Sambutlah setiap fajar yang menyingsing
Dan terimalah setiap hari yang merekah.

Anonim
                 (diambil dari buku: Yang Ceria dan Yang Bahagia)


Doa: Supaya Tuhan memberkati usaha kita untuk saling mencintai.



Minggu, 14 Oktober 2012

Renungan Bulan Keluarga 15-19 Oktober 2012


Keluarga yang Hangat, Penuh Perhatian, dan Saling Mendukung

Pengantar

Keluarga adalah tempat dimana kita bertumbuh dan terbentuk. Di dalam keluargalah kita pertama-tama belajar hal-hal baru yang menjadi dasar segala tingkah laku kita. Apapun kepribadian keluarga kita, kita percaya di dalam Tuhan pasti ada perubahan ke arah yang lebih baik. Syaratnya adalah setiap anggota keluarga telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruslamatnya. Dengan menerima Kristus sebagai Tuhan perubahan akan terjadi dari dalam dan masing-masing anggota keluarga akan berusaha melakukan yang seharusnya agar keluarga mereka menjadi keluarga yang ideal; hangat, penuh perhatian, dan saling mendukung.

Di bawah ini ada beberapa kepribadian keluarga di lihat dari keseimbangan antara individualitas dan relasi antar anggota-anggotanya, menurut David Field. Ini diberikan sebagai gambaran dari keluarga seperti apa kita agar kita dapat melangkah ke arah yang lebih baik. Penting untuk selalu kita ingat bahwa menjaga HUBUNGAN adalah sasaran kita.
1. Keluarga Seimbang (yang paling ideal); adalah keluarga yang menghargai identitas diri masing-masing anak dan mendorong anak untuk mampu berelasi dengan orang lain. Mereka tidak takut akan perbedaan.
2. Keluarga Kuasa; adalah keluarga yang tidak menghargai individualitas dan cenderung kasar. Orang tua memaksakan kekuasaannya. Dan anak-anak tidak merasa dilindungi. Tapi mereka tahu benar bagaimana menyelesaikan tugas.
3. Keluarga Protektif; adalah keluarga yang terlalu melindungi anak-anak dimana orang tua tidak membuat anak menanggung akibat dari perbuatannya.
4. Keluarga Kacau; adalah keluarga dimana perhatian satu dengan yang lain terbatas. Mereka lebih merupakan teman sekamar daripada keluarga. Anak-anak disia-siakan atau diperlakukan kejam.
5. Keluarga Simbiotis; adalah keluarga yang menganggap bahwa individualitas adalah suatu bentuk ketidaksetiaan terhadap keluarga. Mereka lemah sebagai individu tapi kuat sebagai kelompok. Anak-anak merasa tertekan dalam keluarga dan merasa bersalah jika mereka ingin meninggalkan keluarga (setelah menikah).
6. Keluarga Traumatis; adalah keluarga manapun (diantara lima di atas), yang di dalamnya, kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian tertentu sungguh menghalangi berfungsinya keluarga itu secara efektif. Berdasarkan pengamatan penulis keluarga tersebut seperti; keluarga alkoholis, hiper-religius, keluarga abusive (termasuk pelecehan seksual), keluarga miskin.
                                                                                                                                                    Neti Estin, MA

Senin, 15 Oktober 2012
Keluarga yang Hangat
Yesaya 58:1-12

Sepasang suami istri muda pindah ke sebuah kota baru, jauh dari keluarga dan teman-teman. Pemindah barang tiba; pasangan itu mengeluarkan barang-barang kepunyaan mereka, dan si suami memulai pekerjaannya pada minggu berikutnya. Setiap hari ketika ia pulang ke rumah, istrinya menyambutnya di pintu dengan sebuah keluhan baru.

“Disini begitu panas“

“Tetangga-tetangga tidak ramah“

“Rumah ini terlalu kecil“

“Anak-anak membuatku pusing“

Dan setiap sore, suaminya akan memeluknya dengan lembut dan mendengarkan keluh-kesahnya. “Aku ikut bersedih,“ ia akan berkata demikian. “Apa yang dapat kulakukan untuk membantu?” Istrinya akan melunak dan menghapus air matanya, hanya untuk mengulangi scenario yang sama sore berikutnya.

Suatu malam suaminya berjalan ke pintu depan dengan sebuah tanaman bunga yang cantik. Ia menemukan sebidang tanah yang baik di halaman belakang dan menanam bunga itu. “Sayang,” katanya. “Setiap kali kamu merasa tidak puas, aku ingin kau pergi dan melihat tamanmu. Bayangkan dirimu sebagai tanaman bunga yang mungil itu. Dan saksikan bagaimana tamanmu bertumbuh.”

Setiap minggu si suami membawa pulang sebuah tanaman baru, semak bunga, atau rerumpunan mawar dan menanam mereka di halaman belakang. Istrinya memotong beberapa bunga dari tanaman-tanaman yang tumbuh itu dan memberikannya kepada seorang tetangga. Setiap pagi si istri mengairi taman itu dan menilai perkembangannya. Persahabatan dengan wanita-wanita lain di blok tempat tinggalnya bertumbuh, dan mereka meminta bantuannya dalam berkebun. Segera, mereka juga mencari nasihat rohani kepadanya.

Pada akhir tahun berikutnya, halaman rumah pasangan itu tampak seperti tampilan majalah Better Homes & Gardens (Rumah dan Taman yang Lebih Baik).                 

Kehangatan seorang suami mampu membuka pintu hati istri pada pemahaman baru, ide baru, dan kesempatan baru untuk melihat dunianya secara berbeda. Kasih sayang seorang suami kepada istrinya, tidak dapat disangkal, akan mengubah hati istri menjadi sebuah tanah yang subur bagi bertumbuhnya kasih, kebaikan, dan kepatuhan.

Doa: Supaya kasih dan kehangatan suami dan istri tidak luntur apapun yang sedang dihadapi
(Cerita diambil dari buku: Di Taman Bersama Tuhan)

Kita menghidupi diri dengan apa yang kita dapatkan. Tetapi kita menganyam kehidupan dengan apa yang kita berikan.                                                                                                               –Winston Churchill

Selasa, 16 Oktober 2012
Keluarga yang Penuh Perhatian
Yoh 9:1-11

Sebuah hubungan telepon mengubah kehidupan May dan Joe Lamke. Seseorang memohon bantuannya untuk mengangkat seorang anak. Pengabdiannya sebagai seorang perawat, dikombinasikan dengan kasih yang lembut dan halus dari wanita Inggris ini bagi anak-anak, telah memberinya reputasi sebagai pembuat mujizat, salah satu yang dibutuhkannya untuk tantangan yang dihadapinya hari itu,

Bayi laki-lak berumur enam bulan bernama Leslie itu dilahirkan sangat terbelakang dan menderita cerebal palsy (kerusakan otak). Dokter-dokternya telah mengambil kedua matanya yang rusak parah. May bekerja tanpa kenal lelah dan dengan setia minggu demi minggu, bulan demi bulan, tanpa perubahan nyata dalam tubuh yang seperti sayuran itu.

Ia dan suaminya, meski sudah berusia enampuluhan, masih meneruskan ritual-ritual mereka melatih, memberi makan, mengajak bicara, dan bahkan memutarkan rekaman musik bagi Leslie. Saat Leslie berusia tigabelas tahun mereka membeli sebuah piano, dan May mulai memainkan lagu-lagu sederhana untuk didengar Leslie. Masih saja, tak ada komunikasi, tak ada ekspresi, tak ada apa pun. Namun saat May berdoa agar Tuhan memberi Leslie sebuah bakat, kedua orangtua itu melihat intensitas (niat) yang ditunjukkan Leslie saat ia mendengarkan musik.

Lalu suatu hari pada usia enambelas tahun, Leslie menyeret dirinya sendiri ke piano di kamarnya, belum pernah berjalan sebelumnya, belum pernah memainkan satu nada pun sebelumnya, dan memainkan ”Konser Piano No.1” Karya Tchaikovsky dengan mulus.

Pasangan Lemkes mendapati bahwa Leslie dapat memainkan apa saja setelah mendengarkannya hanya satu kali. Mujizat-mujizat terus berlanjut dan suatu hari pasangan Lemkes mendengarkan suaranya yang mantap dan bariton menyanyikan lagu ”How Great Thou Art” (Aku Memuji KebesaranMu). Leslie yang tidak pernah menunjukkan ekspresi apa-apa, akhirnya menunjukkan emosinya ketika ia menyanyikan lagu ”Amazing Grace” (Ajaib Benar Anugerah). Ia menangis sekeras-kerasnya dan mengerti bahwa ia adalah manusia berdosa. Setelah itu ia belajar berbicara, berjalan sendiri, makan sendiri.

Perhatian yang terus menerus dan keyakinan orangtua akan memunculkan seorang anak yang luar biasa. Bersama Tuhan tidak ada yang mustahil.

Doa: Terima kasih untuk anak-anak dalam keluarga kita.



-Kisah nyata ini difilmkan dan dapat dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=YbMx5jIWMkY dengan judul: ”The Women
 Who Willed With A Miracle”
-Konser Leslie Lamke bisa dilihat di:  
  banyak lagi di internet.


Rabu, 17 Oktober 2012
Keluarga yang Saling Mendukung
Mrk 10:7-9



I have fallen in love
with the same woman three times;
In a day spanning 19 years
of tearful joys and joyful tears.
I loved her first when she was young,
enchanting and vibrant, eternally new.
She was brilliant, fragrant,
and cool as the morning dew.
I fell in love with her the second time;
when first she bore her child and mine
always by my side, the source of my strength,
helping to turn the tide.
But there were candles to burn
the world was my concern;
while our home was her domain.
and the people were mine
while the children were hers to maintain;
So it was in those eighteen years and a day.
’till I was detained; forced in prison to stay.
Suddenly she’s our sole support;
source of comfort,
our wellspring of Hope.
on her shoulders felt the burden of Life.
I fell in love again,
with the same woman the third time.
Looming from the battle,
her courage will never fade
Amidst the hardships she has remained,
undaunted and unafraid.
she is calm and composed,
she is God’s lovely maid.
Saya telah jatuh cinta 
dengan wanita yang sama tiga kali;
 
Dalam satu hari mencakup 19 tahun
 
dari sukacita yang penuh tangisan dan air mata sukacita.
Aku mencintainya pertama kali  ketika ia masih muda, 
mempesona dan bersemangat, selalu baru.
 
Dia brilian, harum,
 
dan dingin seperti embun pagi.
Aku jatuh cinta dengannya  kedua kali; 
ketika ia melahirkan anak kami yang pertama
 
selalu di sisiku, sumber kekuatanku,
 
membantu tuk menyurutkan air pasang.
Tapi ada lilin-lilin membakar 
dunia adalah perhatian saya;
 
ketika rumah kami adalah huniannya.
 
dan orang-orang milikku
 
dan anak-anak miliknya terpelihara;
Jadi itu di tahun-tahun kedelapan belas dan satu hari. 
'Sampai aku ditahan, dipaksa untuk tinggal di penjara.
Tiba-tiba dialah satu-satunya dukungan kami; 
sumber ketenangan,
 
mata air Harapan kami.
 
di atas kedua bahunya terletakkan beban hidup.
Aku jatuh cinta lagi, 
dengan wanita yang sama ketiga kalinya.
 
Terbayang dari pertempuran,
 
keberaniannya tidak akan pernah pudar
Di tengah kesulitan dia tetap ada, 
tidak gentar dan tidak takut.
 
dia tenang dan teratur,
 
dia adalah hamba Allah yang penuh kasih.


Mungkin Saudara pernah membaca atau mendengar tentang puisi di atas. Itu adalah puisi yang tertulis di makam mantan senator Filipina Benigno ‘Ninoy’ Aquino Jr. untuk istrinya yang juga mantan presiden Filipina Corazon C. Aquino, setelah ia ditembak mati oleh rezim presiden Ferdinand Marcos. Cinta kasih diantara keduanya sangat kuat seperti dukungan Corazon terhadap visi suaminya. Corazon terus berjuang untuk demokrasi di Filipina dan akhirnya ia berhasil menjadi presiden. Bahkan dukungan tidak hanya berasal dari sang istri, anak-anak mereka pun mendukung perjuangan ayah mereka. Terbukti bahwa salah satu diantara mereka menjadi presiden yakni Presiden Benigno Aquino III. Satu hal yang saya pelajari, Ninoy sebelum wafatnya, dari dalam penjara ia selalu menulis surat kepada anak dan istriya mengenai apa harapan dan cita-citanya. Jadi untuk mendapatkan dukungan, kita perlu menyampaikan tujuan kita kepada anggota keluarga yang lain serta diikuti dengan menunjukkan keteladanan dari diri sendiri.

Doa: ”Tuhan jadikan kami keluarga yang bersatu dan saling mendukung satu dengan yang lain.”



                  Puisi ini kemudian dinyanyikan
                  oleh Jose Mari Chan  dengan judul yang sama:
                 “I HAVE FALLEN IN LOVE
                 WITH THE SAME WOMAN THREE TIMES” 
                 bisa dilihat di: 

Kamis, 18 Oktober 2012
Masalah-masalah Dalam Keluarga
Kej 27: 6-17

Persoalan keluarga yang terjadi di dalam rumah pertama-tama adalah karena persoalan HUBUNGAN itu sendiri. Hubungan setiap anggota keluarga terutama adalah hubungan suami istri yang buruk, akan menjadi hal yang pertama, yang sedikit-demi sedikit mengikis kesatuan dan keharmonisan keluarga yang kemudian merabat kepada hubungan antar anak, serta hubungan anak-anak dengan anggota keluarga lain (seperti, kakek/nenek, om/tante yang ada di dalam rumah. Bisa jadi juga anggota itu adalah pembantu yang sudah sangat dipercaya) dan lebih luas lagi kepada keluarga jauh serta masyarakat di sekitarnya. Sebagai contoh: saya sering kali menonton acara: ’Solusi’ di TV. Dari berbagai cerita, rusaknya hubungan ayah dan ibu (karena pihak ketiga misalnya) adalah penyebab anak-anak menjadi ’rusak’; kecanduan narkoba, terjerumus dalam pergaulan bebas, dll. Memang ini tidak bisa menjadi patokan umum, tapi ini terjadi di dalam keluarga anak-anak Tuhan. Lain lagi sebuah contoh yang ada dalam buku: ’Liku-liku Problema Rumah Tangga’, hal.89. Ada seorang gadis yang bercerita kepada penulis bahwa ia sering kali dipukuli oleh ayahnya (ketika kecil) sampai babak belur dan dimasukkan ke sebuah kotak tertutup sampai ia minta dikeluarkan. Setelah dewasa ia baru tahu duduk perkaranya, bahwa jika ibunya tidak mau melayani ayahnya di tempat tidur, keesokkan harinya ayahnya akan memukuli anak-anaknya sampai babak belur.
Hubungan yang terjalin pasti memiliki pola seperti menjahit pakaian juga ada polanya. Pola hubungan Ishak dan Ribka adalah pola yang kurang baik. Dimana mereka memiliki anak kesayangan masing-masing (Kej 25:28) yang terlihat ’menggantikan komunikasi’ di antara mereka. Ishak sayang dengan Esau, Ribka kasih dengan Yakub, namun ayah dan ibu terlihat tidak dekat karena "maksud" ayah tidak disampaikan langsung kepada ibu atau apa yang diketahui Ribka tidak diberitahukan kepada Ishak mengenai perkataan Tuhan sebelum Ribka melahirkan, dimana yang tua akan menjadi hamba yang lebih muda (berbeda dengan hana yang menyampaikan kesusahan hatinya kepada Elkana suaminya. 1Sam 1:8). Jika ada komunikasi di antara mereka mungkin sekali peristiwa penipuan dan perpecahan/ perpisahan antara yakub dan Esau itu tidak akan terjadi. Meski pada akhirnya mereka berbaikan, dua bangsa besar; Israel (keturunan Yakub) dan Edom (keturunan Esau), selalu berperang.

Kita seharusnya dapat menghindari berbagai masalah keluarga jika suami-istri memiliki tiga pilar penyanggah (Intimacy/komunikasi, passion/kegairahan, commitment/kesetiaan) rumah tangga. Selain juga tentunya pola hubungan suami-istri yang baik. Pola hubungan suami-istri yang baik di bawah ini bisa menjaga kita dari berbagai masalah yang tidak perlu dan yang berkepanjangan. Pola tersebut antara lain adalah kebisaan dan kebiasaan:
-          Mengekspresikan emosi yang lembut ketika sedang marah. Ketika marah mengatakan bagaimana ”Saya merasa...” (Mis: ”Saya merasa tidak disayangi jika kepentinganku tidak didahulukan”) bukan menghakimi ”kamu selalu...!” (Mis: ”Kamu selalu tidak mau mengerti bahwa jam 7 seharusnya sudah pulang!)
-          Melakukan usaha perbaikan setelah perdebatan atau pertengkaran. Beberapa keluarga menerapkan pola: ’sebelum selesai duduk perkara masalah, tidak akan melakukan hal yang lainnya.’
-          Selalu mau ’minta maaf’ tidak hanya setelah pertengkaran/konflik, tapi juga setiap kali berespon emosional, dan ketika tidak memahami perasaan pasangan.
-          Menumbuhkan sifat/sikap yang positif sebagai hasil dari hubungan. Seperti kebiasaan-kebiasaan yang baru: belajar berolah-raga karena pasangan suka berolah raga, dll.
-          Selalu sensitif terhadap kelemahan masing-masing yang perlu didukung. Mis: istri selalu susah mengatakan ”tidak” pada permintaan orang lain, Suami mengingatkan bahwa istri perlu menolak hal yang tidak bisa ditanganinya.
-         Keterlibatan secara emosional satu dengan yang lain. Mis.: suami yang gusar mengenai pekerjaannya bercerita kepada istrinya mengapa ia gusar dan istri mendengarkan bahkan mendoakan, pada saat itu juga berdoa berdua untuk meminta solusi yang terbaik. Jika memang sangat menyakitkan dan perlu menangis, menangis bersama.
Pertanyaan : Apakah tiga pilar dalam pernikahan Saudara ada dan berjalan seimbang di rumah Saudara? Bagi Saudara apakah kebiasaan meminta maaf pada pasangan adalah hal yang dapat dilakukan?  

‘Buatlah keputusan memilih jodoh dengan hati-hati dan diiringi doa...karena Anda sedang mempertaruhkan diri Anda untuk selamanya’                                                                                                                                         –James C. Dobson


Jumat, 19 Oktober 2012
Mengatasi Masalah dengan ‘Bersukacita’
Filipi 4 : 4-7

Billy berusia 17 tahun pada saat seorang bekas petinju bayaran yang telah berubah menjadi penginjil, datang ke kota Charlote. Mordecai Ham, seorang penginjil yang berapi-api dan suka menunjuk orang-orang yang berdosa secara langsung.

Pemimpin-pemimpin Gereja di kota Charlote menganggap Mordecai Ham sebagai pengganggu. Mereka menolak permintaan izinnya untuk membangun sebuah tenda. Namun dengan pertolongan orang-orang awam, bekas petinju itu memasang tenda tepat di luar batas kota. Ia mengadakan kebaktian kebangunan rohani (KKR) selama beberapa minggu di kota tersebut.

Billy adalah seorang pemuda tinggi ramping, berambut ikal, dan pirang, setiap Minggu pergi ke gereja bersama orang tuanya yang saleh. Ia tidak merokok maupun minum-minuman keras. Walaupun ayahnya seorang pendukung kuat Mordecai Ham, Billy tidak bersusah-susah menghadiri sebelumnya, karena ada hal-hal lain yang harus dilakukannya.

Pengunjung Kebaktian Kebangunan Rohani itu cukup banyak bagi kota Charlote -- 5.000 orang. Orang-orang berkata bahwa itu merupakan jumlah terbesar yang pernah dialami penduduk Negara Bagian Carolina. Billy dan temannya di SMA berjalan melewati jalan kecil di antara deretan bangku dan duduk di bangku yang keras.

Khotbah yang disampaikan pengkhotbah berbadan besar itu sangat tidak berkesan bagi Billy, sampai pengkhotbah itu mengacungkan jari menunjuk ke arah Billy serta berteriak, "Kamu berdosa." Billy yang selalu siap menangkap bola tidak siap untuk main tangkap-tangkapan dengan pengkhotbah itu. Ia menundukkan kepalanya yang berambut pirang dan bersembunyi di belakang topi seorang wanita di depannya.

Dua malam kemudian Billy datang lagi, membawa seorang teman, namanya Albert McMakin. Selama beberapa malam seterusnya, kedua orang itu hadir bersama-sama. Penginjil yang berapi-api itu terus meyakinkan Billy bahwa ia harus memilih sorga atau neraka.

Pada suatu malam Billy membawa seorang teman lain, Grady Wilson. "Mari kita duduk di bagian paduan suara," usul Billy, walaupun ia tahu ia tidak dapat menyanyi. Maka kedua orang itu duduk di belakang mimbar (tempat paduan suara), selamat dari pandangan pengkhotbah yang suka memukul mimbar itu.

Mordecai Ham tidak menunjukkan jarinya kepada Billy malam itu, namun demikian Billy mendapat pukulan dari khotbahnya pada saat pengkhotbah itu berkata, "Malam ini, ada orang yang sangat berdosa di sini."

Ia mengatakan tentang saya, pikir Billy. Seseorang pasti telah memberi tahu dia bahwa saya ada di sini. Pengkhotbah itu mengakhiri khotbahnya dan memberi undangan bagi orang-orang yang mau bertobat.
Billy menahan napasnya pada saat paduan suara itu mulai menyanyi. Setelah menyanyi sebentar, ia tidak dapat bertahan lagi. "Ayo, Grady," ia berkata kepada temannya.

Kedua orang itu turun dari paduan suara dan berdiri di depan. Mengingat keputusannya, Billy Graham berkata, "Hal itu seperti tinggal di luar pada hari yang gelap dan sinar matahari menembus melalui lapisan awan. Segalanya tampak berbeda. Untuk pertama kalinya, saya merasakan sukacita dilahirkan kembali."

Rasul Paulus dalam ayat 4 juga berbicara mengenai sukacita. Sukacita itulah yang dimintanya selalu kita lakukan karena ”bersukacita” adalah sebuah kata kerja bukan sekedar perasaan. Kita bersukacita karena pertama, tidak ada hal yang lebih penting dibandingkan keselamatan yang sudah kita terima, yang patut kita kuatirkan. Sukacita itu sudah ada dalam hati kita. Seperti yang dialami Billy Graham dan kita rasakan pertama kali kita mengaku percaya, sukacita itulah yang terus harus kita rasakan. Memang rasanya tidak mungkin kita tidak kuatir; meski kita sudah tahu, kita masih saja tidak bisa menghilangkan kekuatiran. Pada saat seperti inilah kita hanya perlu bertindak dalam iman; ’just don’t worry’ /berhenti kuatir dan mulai bersukacita. Kedua, kita hanya perlu meletakkan segala kekuatiran itu ke tangan Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Ketiga, dengan bersukacita kita tidak hanya menghabiskan waktu untuk diri sendiri dan memikirkan jalan keluar atas masalah kita sendiri tapi kita juga masih punya waktu untuk membagikan kebaikan kepada orang lain.

Pertanyaan: Sudahkah kita bersukacita melewati setiap persoalan?

Allah dapat menyembuhkan hati yang hancur, tetapi Ia harus memiliki semua kepingannya.

Minggu, 07 Oktober 2012

Renungan Bulan Keluarga 8-12 Oktober 2012


Allah Pencipta dan Pemelihara Keluarga

Pengantar

Kita percaya bahwa keluarga diciptakan atas inisiatif Allah sendiri. Ia mengatakan: ”Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia...Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya...” (Kej 2:18,24). Ia yang menyatukan laki-laki dan perempuan tentu Ia memiliki rencana di dalamnya. Sebagaimana rencana keselamatan yang telah direncanakan-Nya dari kekal sampai kekal dalam Yesus, pernikahan tentunya juga mempunyai maksud dan tujuan dalam kerangka keselamatan tersebut. Dengan memasukkan pernikahan dalam ’kerangka keselamatan’ Allah terhadap dunia ini, kita akan dapat lebih memahami tujuan pernikahan tersebut dengan lebih baik. 

Tujuan pernikahan Kristen tentu saja berbeda dengan pernikahan-pernikahan bukan Kristen. Mereka menikah seperti kebayakan orang, menikah lalu melahirkan anak, membesarkan anak, menjadi tua, dan mewariskan apa yang ada. Pernikahan Kristen bukan pernikahan seperti demikian. Pernikahan Kristen juga bukan hanya didasarkan oleh kebutuhan seksual dan pribadi yang ingin bertanggung jawab terhadap kebutuhannya tersebut, tetapi lebih daripada itu, Allah menginginkan kita mengalami kebahagiaan melalui pernikahan.

Kebahagiaan tersebut bukan hanya sebuah perasaan yang berorientasi pada diri sendiri, tapi pada kebenaran Allah. Kebenaran Allah ada dalam firman-Nya yakni dalam Mat 18:19-20 mengatakan; ”Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat  meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan  oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Jika kita perhatikan ulang, perkumpulan apakah yang terdiri dari dua orang? Bukankah itu suami dan istri? Ataukah tiga orang? Bukankah itu suami istri dan anak? Jadi jelaslah bagi kita jika suami dan istri sepakat untuk berkumpul maka Allah ada di tengah-tengah mereka dan Allah akan mengabulkan permitaan mereka. Bukankah ini adalah suatu kebahagiaan di mana Allah hadir bersama dengan kita di tengah keluarga? Apakah yang kurang lagi jika Dia milik kita? Apakah ada lagi yang kita inginkan dan tidak kita miliki jika Bapa pemilik segalanya ada bersama dengan kita?
Paulus mengatakan: ”Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm 8:31-32).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menyatakan bagaimana Allah mengasihi kita dan ingin kita hidup di dalam kasih-Nya dan merasakan sukacita damai sejahtera karena pergaulan kita dengannya, khususnya dalam keluarga kita.

Sebagai manusia ciptaan-Nya, kita diminta untuk meresponi apa yang Allah telah sediakan. Dengan meresponi dan menyediakan tempat bagi Allah dalam hubungan kekeluargaan kita, kita pasti juga akan mengalami pertumbuhan dalam hidup seperti ranting pokok anggur yang berbuah banyak. Kita juga tidak boleh lupa bahwa itu bisa kita alami jika kita mau tinggal atau menempel pada pokok anggur yaitu Allah dalam hubungan pernikahan kita. Menempel di sini berarti bahwa kita harus selalu melakukan perintahNya seperti kasih dan ketundukan, kesepakatan dalam keluarga, dll. Karenanya persekutuan keluarga itu penting di adakan dimana masing-masing pribadi dalam keluarga menikmati hubungan bersama Allah dan juga mempererat ikatan diantara semua anggotanya. Seperti sebuah piramida yang berujung pada Allah, semua anggota keluarga bertujuan pada Allah. Semakin dekat setiap anggota keluarga dengan Allah, semakin dekat juga satu dengan yang lainnya. Selamat menikmati kasih Allah.



Senin, 8 Oktober 2012
Allah Pencipta Keluarga: Panggilan Allah
Matius 19:1-12

Suatu pagi ketika selesai memimpin doa pagi di suatu gereja, saya duduk di samping gereja untuk sedikit bersantai. Waktu itu saya belum menikah. Kebetulan di sana ada sebuah bangku kayu panjang yang diletakkan tepat menghadap ke jalanan. Karena gereja tersebut dekat dengan pasar, maka banyak orang yang lewat untuk pergi ke pasar. Tanpa sengaja saya memperhatikan orang-orang yang sedang lewat di depan saya. Dan anehnya mereka yang lewat selalu berpasangan pria dan wanita. Saya berpikir mereka pasti adalah suami istri karena sepagi ini sudah bersama-sama. Ada yang berjalan sambil bercengkrama dan sesekali saling berpandangan, ada yang berjalan bergandengan tangan, ada juga yang berjalan depan belakang, ada yang berjalan beriringan tapi tanpa bicara sepatah-kata pun hanya pandangan mereka saja yang sama; lurus ke depan. Tiba-tiba muncul dalam pikiran saya, ”kenapa mereka mau menikah?” Sambil terus memperhatikan setiap pasangan yang lewat. ”Apakah untuk selalu bersama?” Ada yang berpasangan dengan yang lebih tua, ada yang lebih gemuk dari pasangannya, ada yang lebih tinggi dari pasangannya, dan saya juga sering mendengar bahwa ada juga pasangan dimana pasangannya berasal dari keluarga yang lebih berada. ”Apakah untuk memperbaiki keadaan?” Ada suami yang membawakan keranjang belanjaan yang masih kosong dan pasangan yang lain si istri yang membawa keranjang. ”Apakah untuk mendapatkan pertolongan?”  Tapi saya tidak sempat melihat mereka kembali lewat jalan yang sama atau tidak karena saya harus segera pergi dan melanjutkan aktifitas. Sepanjang perjalanan, saya masih berfikir tentang orang-orang tadi, ”Kok bisa ya yang lewat tadi semuanya berpasangan? Apa memang harus begitu?”

Dalam Kej 2 diceritakan bahwa Allah sendiri yang merancangkan bahwa setiap laki-laki memiliki wanitanya sendiri. Hal ini tentu saja sudah menjadi natur (alamiah) bagi manusia untuk memiliki pasangannya masing-masing. Kitab Amsal juga memperlihatkan suatu hukum alam yang sama dimana jalan seorang laki-laki adalah didampingi seorang gadis (Amsal 30:19). Jadi ada suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan bahwa seorang laki-laki harus berpasangan dengan seorang wanita.

Lebih dalam lagi, Tuhan Yesus, dalam bagian Alkitab yang kita baca, menegaskan bahwa ada peran Allah dalam kesatuan laki-laki dan perempuan. Ini memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk dipersatukan. Dimana kesatuan ini pertama-tama terjadi karena Allah ada di dalamnya. Allahlah yang merancangkannya dan yang merestuinya (dengan mengantarkan seorang wanita bagi Adam), sehingga apa yang dipersatukan Allah tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Mat 18:19 juga mengatakan bahwa Allah akan mengabulkan permintaan dua orang yang ’sepakat’ meminta kepada-Nya. Selain itu Ef 5 juga mengatakan bahwa kasih suami terhadap istrinya mencerminkan kasih Kristus yang memberikan diri-Nya sendiri untuk mati bagi jemaat (yang dikasihi-Nya). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pernikahan adalah suatu hubungan yang spesial dimana hubungan itu mencerminkan pribadi Allah sendiri dan suatu wadah potensial untuk Allah bekerja dan memperlihatkan kuasa-Nya.
Akhirnya menikah bukanlah hanya seputar kebutuhan yang memang ’dari sono’-nya saja melainkan adalah suatu panggilan dari Allah Sang Pencipta.

Doa:     -Bersyukur untuk pasangan yang Tuhan berikan
            -Berdoa untuk calon pasangan hidup anak-anak kita (berapa pun usia mereka), supaya Tuhan
 pertemukan dengan pasangan yang terbaik dan mereka Tuhan pertemukan di waktu yang tepat.

Kita masing-masing adalah malaikat yang hanya memiliki satu sayap. Dan kita hanya dapat terbang dengan saling berpelukan satu sama lain.                                                                                                                           –Luciano de Crescenzo

Selasa, 9 Oktober 2012
Allah Pemelihara Keluarga: Janji Allah
MZM 92

Sebenarnya banyak orang yang belum menikah penasaran apa yang akan terjadi di kehidupan pernikahan. Suatu hari seorang pendeta berkata dengan wajah serius pada anak-anak di komisi pemuda gerejanya; ”Kalian tahu tidak, menikah itu susah. Susahnya 5%!” lalu ada yang nyeletuk dengan penasaran; ”Selebihnya yang 95% itu apa susah banget Pak?” Pendeta itu menjawab; ”95% nya...(berhenti sejenak kemudian tersenyum)...uenak banget!” Lalu semua tertawa, termasuk saya.

Gambaran pernikahan yang tidak ideal kadang mengaburkan kebaikan dari pernikahan itu sendiri. Apa yang kita alami di masa kecil dengan pernikahan orang tua kita, dan gambaran yang diberikan masyarakat melalui media, membuat kita berpikir bahwa menikah itu seringkali begitu buruk. Dan ini membuat kita sebagai anak-anak dari orang tua kita, menjadi enggan untuk menikah.
Ada beberapa di antara mereka sangat berhati-hati untuk jatuh cinta, ada yang memutuskan untuk tidak menikah, dan ada juga yang karena terlanjur jatuh cinta berpikir, ”mau gimana lagi jalani aja?”
Akhirnya banyak pernikahan hanya sebagai suatu keharusan umum yang perlu dilaksanakan tanpa ada niat untuk benar-benar berbahagia di dalam pernikahan nantinya.

Sesungguhnya, pernikahan itu tidak terlalu semenyeramkan yang kita pikirkan. Jika kita berusaha untuk selalu melakukan apa yang ’BENAR’(sesuai firman Tuhan), pernikahan kita juga akan bertunas dan tumbuh subur bahkan pada masa tua pun pernikahan kita masih menghasilkan kebahagiaan. Karena sesungguhnya sebagai orang benar, Allahlah yang melakukan segala sesuatu bagi kita. Ia berjanji untuk menyertai kita. Ia berkata: ”Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” Dan Ia yang menjanjikannya itu setia (Ibr 10:23).

Kalau kita berdiri di pinggir laut, kita dapat melihat garis lurus yang seolah-olah membentang di kaki langit. Itulah garis cakrawala. Andaikata kita sekarang naik kapal dan pergi ke tempat cakrawala berada, maka kita akan melihat bahwa di tempat kita berdiri tadi di daratan, ada garis membentang juga yang disebut cakrawala. Jelaslah bahwa cakrawala ada jauh di kaki langit sana, tetapi cakrawala itu pun ada di dekat kita. Demikianpun Allah, Ia ada dimana pun kita berada. Ia mendampingi kita.

Doa: Untuk pernikahan kita dan untuk pernikahan anak-anak kita (sudah atau belum menikah).
                                                                                             
                                                                                                         

Kabar baiknya adalah...bahwa kabar buruk dapat diubah menjadi kabar baik...bila Anda mengubah sikap Anda!
                                                                                                                                                                           –Robert H. Schuller




Rabu, 10 Oktober 2012
Allah Pemelihara Keluarga & Tanggung Jawab Manusia
Kel 17 : 1-7

Berkeluarga juga memerlukan biaya dari mulai menikah sampai kematian menjemput kita. Untuk itu kita yang berkeluarga dituntut bertanggung jawab dalam memenuhi biaya-biaya ini. Kita perlu bekerja untuk membayar biaya-biaya keluarga kita. Kita tidak bisa hanya mengatakan; ”Tenang saja pasti Tuhan cukupkan!”. Ini seperti orang yang butuh makan bubur berharap ada semangkok bubur hangat di depan mata, tapi tidak melakukan apa-apa untuk mendapatkannya. Paling tidak kita mengatakannya pada istri atau suami kita, bahwa kita butuh makan bubur. Sehingga ada orang lain yang mengusahakan jika memang kita sedang terbaring lemah karena sakit.

Sehubungan dengan bekerja ada ungkapan bahasa latin; Ora et Labora (yang biasanya ada di sampul depan Alkitab atau sengaja ditempelkan orang). Kata ini berarti; berdoalah dan bekerja. Sebenarnya ada ungkapan bahasa latin yang lain yang jarang digunakan yang seharusnya bisa diletakkan sebelum kata ora et labora, yakni: kata Orare Labora est. Kata ini berarti; berdoa adalah kerja/usaha. Dari kata ini kita mengerti bahwa sebenarnya dengan berdoa kita telah melakukan pekerjaan. Dengan kata lain, berdoa haruslah pertama-tama yang kita lakukan sebelum kita melakukan sesuatu.

Dari bacaan kita kali ini kita bisa melihat bagaimana Bangsa Israel menanggapi kebutuhannya. Bangsa Israel tidak melakukan apa-apa untuk kebutuhannya akan air. Mereka hanya menggerutu dan mengeluh bahkan bertengkar dengan Musa. Tapi Musa dengan segala kemampuan dan keterbatasannya sebagai pemimpin bangsa Israel, berusaha pertama-tama adalah berdoa. Ketika ada hal yang dibutuhkan, Ia berbicara dengan Allah. Dan Tuhan mengabulkan permintaanya dengan menyuruhnya untuk ’memukul batu’. Pekerjaan yang sepele dan terlihat tidak ’hebat’ (spektakuler) sama sekali, tapi memperlihatkan kehebatan Allah yang luar biasa. Dan ini sering sekali terjadi dalam pergumulan Musa bersama Tuhan ketika memimpin Bangsa Israel keluar dari Mesir.

Barangkali berdoa adalah suatu yang tidak lumrah bagi manusia yang memiliki kekuasaan dan uang. Mereka berpikir bahwa mereka bisa melakukan segalanya karena mereka bisa menggunakan kekuasaan dan uangnya untuk membayar orang untuk melakukan sesuatu baginya. Mereka juga menggangap semua keberhasilan adalah hasil usaha sendiri. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kekuasaan dan uang barangkali seringnya hanya mengeluh bahkan bertengkar dengan anggota keluarganya jika mengalami kekurangan. Suami dan istri bertengkar mengenai siapa yang harus bertanggung jawab, dan anak-anak bertengkar dengan orang tua karena orang tua tidak memenuhi kebutuhan mereka tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keuangan keluarga mereka. Orang benar tidak demikian. Kita dituntut untuk meletakkan Tuhan di atas segalanya. Dengan berdoa, kita tidak hanya memberitahukan pada Tuhan apa yang kita butuhkan, meminta Ia menyertai kita supaya berhasil, tapi juga menyatakan bahwa kita merelakan Allah bekerja bagi kita. Dengan berdoa, seandainya pun kita mengalami kegagalan, kita percaya Tuhan sedang menyiapkan suatu jalan yang lain, yang Ia ingin kita jalani. Pada saatnya nanti Ia akan menuntun kita ke sana. Jadi kita tidak boleh seperti bangsa Israel. Janganlah putus asa dalam pekerjaan kita saat ini. Karena jika kita bekerja dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, Tuhan dan manusia (pemimpin) akan ’melihat’ bahwa kita layak untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, karena memberikan hasil pekerjaan yang lebih baik.

Doa: Untuk ekonomi keluarga dan usaha atau pekerjaan yang sedang kita lakukan.


Aku tak berdaya,
 tetapi
Engkau,
Tuhan,
dapat melakukan segala sesuatu
Sehingga hanya karena Engkau
 aku sanggup melakukan segala sesuatu.
Karena Engkau menguatkan aku.
                                                         -Ibu Basilea Schlink


Kamis, 11 Oktober 2012
Allah Pemelihara Keluarga: Rasa Cukup
Ibr 13:5-17

Apa yang dimaksud ’cukup’?
Suami saya pernah mengatakan joke; ”Ya kalau mau belanja...cukup!, untuk bayar sekolah anak...cukup!, mau jalan-jalan...cukup! Mau ke luar negeri juga...cukup!” Saya tertawa tapi dalam hati saya berpikir ’iya ada benernya tapi apa begitu yang dimaksud firman Tuhan?’.

Ibr 13:5a mengungkapkan: ”Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu”. Arti kata ’cukup’ di sini (sesuai bahasa aslinya arkoumenoi) adalah: merasa penuh/tidak ada yang kurang (contentment). Rupanya perasaan inilah yang memotivasi seseorang untuk tidak menjadi hamba uang. Hamba uang merupakan suatu keinginan untuk memberikan yang terbaik demi uang, melakukan segala sesuatu demi uang (cinta uang) dan akhirnya uang menjadi tuan yang mengendalikan hidup orang tersebut. Bahkan uang mampu mengambil waktu-waktu hidup yang kita miliki dengan terus bekerja tanpa memikirkan hal lainnya. Dengan merasa penuh/tidak ada yang kurang, kita akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Kita dapat mengatur apa yang perlu dan yang tidak perlu dimiliki atau dilakukan. Dan kita juga akan memiliki banyak waktu luang untuk bersyukur dan berbahagia, tanpa merasa kuatir akan menyia-nyiakan waktu.    

Waktu kuliah dulu, kalau sedang tidak ada yang dilakukan, saya sering memandang keluar jendela kamar saya di lantai 3 dan melihat apa yang bisa di lihat di halaman belakang asrama kampus. Suatu sore, ketika saya sedang merasa bosan tinggal di asrama, saya mengulangi kebiasaan ini dan saya belajar satu hal tentang bersyukur. Kebetulan saya melihat bapak pengangkut sampah asrama kami lewat di depan pintu gerbang belakang asrama. Rupanya kali ini dia tidak sendirian, ia membawa serta anaknya laki-laki yang masih kecil dan didudukan di dalam gerobak sampah. Sambil mengangkuti sampah ke dalam gerobak sesekali bapak ini bicara dengan anaknya. Sembari bercengkrama, mereka kadang tertawa. Melihat mereka tertawa, saya jadi tersenyum. Betapa saya tidak bersyukur dengan tinggal di asrama ini dimana semuanya sudah tersedia, saya masih merasa bosan dan tidak bahagia. Saya malu dengan mereka yang hidup apa adanya tapi masih bisa tertawa. Ah rupanya bersyukur bukan sesuatu yang berat jika yang kita lihat adalah kebaikan.

Tuhan itu baik. Jika kita renungkan lebih dalam tentang apa yang Tuhan perbuat dalam hidup kita, apakah yang begitu menyusahkan kita? Lihatlah kebaikan dari setiap peristiwa, maka beban-beban hidup kita akan terlepas dan kita akan merasa bebas. Tuhan berkata: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (ayat 5b). Sambil tersenyum, kita dapat berkata: “Terima kasih Tuhan!”


  
"Syukur adalah vaksin (untuk kekebalan tubuh), antitoksin (untuk menetralisir racun), dan antiseptik (untuk mencegah infeksi)."
                                                                                                                                                            - John Henry Jowett


Jumat, 12 Oktober
Seni Merayakan Hidup
Lukas 16:19-31

Permulaan yang hebat tidak sepenting cara seseorang menyelesaikannya. Hidup juga harus dilihat bukan depannya, tengah, tapi akhirnya. Seperti menulis sebuah obituari (pemberitahuan kematian disertai riwayat singkat), setiap orang akan dikenang pada saat akhir hidupnya. Ada hal-hal penting yang akan diingat orang ketika kita tidak ada lagi di dunia ini. Tanpa memperhatikan hal ini, kita akan mengorientasikan pandangan hidup kita kepada hal-hal sementara dan pemuasan nafsu belaka. Memang hidup kita adalah pilihan kita sendiri, tidak ada seorang pun yang bisa memaksa kita bagaimana kita harus menjalani hidup ini. Namun pada saatnya nanti ketika kita di hadapkan pada pengadilan Allah, kita semua harus memberikan pertanggungan jawab. Jangan sampai ada penyesalan di sana.

Kehidupan orang kaya itu dihabiskan dengan gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri. Ia membuat pilihan yang salah dan menderita selama-lamanya (Luk 16:22-23). Seumur hidupnya Lazarus hidup dalam kemiskinan, namun hatinya benar di hadapan Allah. Nama Lazarus berarti "Allah adalah pertolonganku", dan ia tidak pernah melepaskan imannya kepada Allah. Ia mati dan segera diangkat ke Firdaus bersama Abraham (Luk 16:22; lih. Luk 23:43Kis 7:592Kor 5:8Fili 1:23). Akhir riwayat kedua orang itu tidak dapat diubah lagi pada saat kematian (Luk 16:24-26).

Berikut adalah contoh beberapa hidup orang yang berhasil menurut pandangan dunia, tapi akhir hidupnya menyedihkan.
Pada tahun 1923, suatu pertemuan penting diadakan di Hotel Pantai Edgewater di Chicago, Amerika. Yang hadir adalah delapan orang raksasa dalam bidang keuangan yang terkuat di dunia. Antara lain:


1. Presiden dari perusahaan baja terbesar
2. Presiden dari perusahaan gas terbesar
3. Spekulan gandum terbesar
4. Presiden dari Bursa Saham New York
5. Anggota kabinet presiden Amerika
6. “Beruang” terbesar di Wall Street
7. Kepala dari monopoli terbesar di dunia
8. Presiden dari Bank of International Settlements.

Pada akhir hidup mereka:
1. Presiden dari perusahaan independen terbesar, Charles Schwab, mati dalam keadaan bangkrut, setelah hidup dengan hutang selama lima tahun terakhir sebelum kematiannya.
2. Presiden dari perusahaan gas terbesar, Howard Hopson, menjadi gila.
3. Spekulan gandum terbesar, Arthur Cotton, meninggal di luar negeri, dalam keadaan bangkrut
4. Presiden dari bursa Saham New York, Richard Whitney, masuk ke penjara Sing-sing
5. Anggota kabinet presiden, Albert Fall, dibebaskan dari penjara agar ia bisa mati di rumah.
6. “Beruang” terbesar di Wall Street, Jesse Livermore,
mati bunuh diri.
7. Kepala monopoli terbesar, Ivan Krueger, mati bunuh    
diri.
8. Presiden dari Bank Penyelesaian-penyelesaian
Internasional, Leon Fraser, mati bunuh diri.



Seni merayakan hidup adalah cara kita menggambar hidup di dunia ini, titik demi titik, tiap hari tiap detik, dengan mengikuti irama Allah yang berpusat pada kekekalan. Apa yang terjadi dalam hidup kita sekarang ini, suka maupun duka, di setiap musim kehidupan yang berbeda, kita percaya bahwa Allah senantiasa ada dan menolong kita sampai akhir. Dan pada saatnya nanti ketika kita tidak ada lagi di dunia ini, kita bisa melihat bagaimana akhir dari gambar yang kita buat dan Allah dapat berkata: "Mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka" (Why 14:13).
Gambar dari banyak titik,
membentuk satu gambar wajah
Seni Hidup
Tidak ada manusia di dunia
Yang mendapatkan segala yang dikehendakinya
Mau tidak mau setiap manusia
Harus memanfaatkan keadaan yang ada sebaik-baiknya
Maka setiap orang memiliki suka duka
Seni hidup adalah mencampur tawa dan air mata

-Robert Louis Stevenson