Jumat, 11 Oktober 2013

Menanti

Yesaya 40:31
"Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru. Mereka seumpama rajawali naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dadn tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."

Dalam hidup kita, penantian adalah pekerjaan yang harus (mau tidak mau) kita lakukan. Mengapa? karena waktu ini tidak bisa kita atur maju-mundur atau berhenti-berjalannya. Seringkali rencana atau schedule tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Ada kalanya kita perlu memberi kelonggaran waktu (tidak boleh tergesa dan tidak boleh egois) atau justru kadang kita dikejutkan atau dibahagiakan (karena siapa sih yang tidak suka akan achievement yang biasanya membuat kita bangga akan diri sendiri) dengan tercapainya sesuatu di awal perencanaan.

Berbicara tentang waktu, berarti kita bicara tentang pemiliki atau pencipta waktu itu sendiri yang ternyata tidak dibatasi oleh waktu karena HE IS, GOD, BEYOND OUR REALITY. Jadi, Dia yang memegang kendali dan tahu segala sesuatu yang akan terjadi pada masing-masing kita, Dia tahu schedule kita masing-masing. Dia tahu berapa lama kita hidup di dunia ini. Dia tahu dengan siapa kita akan menikah. Dia tahu akan jadi seperti apa pernikahan kita. Dia tahu akan seperti apa hidup kita nantinya. Tapi kita tidak tahu apa yang akan dilakukanNya dalam hidup kita melalui setiap jadwal yang ada. Kita hanya bisa beriman bahwa Dia akan melakukan yang baik bagi kita. Kita percaya Dia seperti kita percaya pada cinta (to someone) kita. Bahwa Dia tidak akan menghianati kita dan bahwa Dia tidak akan pernah tidak menghargai kita karena kita mengasihiNya.

Kalau boleh saya gambarkan, Tuhan itu seperti pemain catur yang berhak memainkan biduk-biduk catur dengan mengarahkan kemana jalannya sampai pada satu titik "skakmat!". Sedangkan kita adalah biduk caturNya. Belak-beloknya kehidupan kita, kita tidak tahu tapi kita bisa meminta apa yang kita inginkan. Tapi segala rencanaNya pasti terlaksana. Seperti doa Abraham untuk Sodom dan Gomora, yang berdoa sungguh-sungguh untuk meluputkan orang benar tapi Abraham tidak meminta supaya Ia menggagalkan rencanaNya menghukum kota itu (Kej 18). Yang menjadi perhatian Abraham pertama-tama adalah keselamatan orang benar bukan keselamatan Sodom dan Gomora itu sendiri. Karena Abraham tahu bahwa rencana Tuhan pasti terlaksana (Abraham tahu ini dengan mengucapakan 'janganlah kiranya Tuhan murka'). Jadi kita boleh meminta dalam kerangka iman bahwa Allah-lah yang berencana.

Dengan demikian, menanti sesuatu terlaksana sama seperti menantikan Tuhan melakukan rencanaNya. Sambil menanti kita boleh meminta dan Tuhan akan pertimbangkan permintaan kita. Karena begitu sayangnya Dia pada kita, anak-anakNya. Seperti Tuhan menunggu Lot dan keluarganya untuk lari menjauh tanpa menyesal (tanpa menoleh) ke suatu tempat. Kita tahu bahwa Tuhan menurunkan belerang dan api dari langit untuk menghanguskan kota Sodom dan Gomora setelah Lot sampai di Zoar.

Menantikan Tuhan itu juga seperti berlaku layaknya burung rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya. 'Menanti' di sini berari 'berbalik' (berdasarkan asal kata ibraninya). Burung rajawali ketika menghadapi badai dan gelombang laut yang tinggi, ia tidak pergi menjauh tapi 'berbalik' arah menuju kepada kepada arah gelombang tersebut dan menggunakan ketinggian gelombang itu untuk terbang di atasnya. Karena memang demikianlah sifat rajawali, ia suka ketinggian bukan karena hobby tapi karena ia tahu lebih tinggi berarti lebih aman baginya dari serangan musuh karena itu ia juga membuat sarang di temapat-tempat yang tinggi untuk keamanan keluarganya juga. Ini menggambarkan bahwa ketika menantikan sesuatu, kita diminta untuk berbalik kepada Tuhan dan memandang lebih tinggi kepada apa yang direncanakanNya dalam hidup kita. Dengan begitu kita mendapat kekuatan yang baru bahwa hal-hal yang 'rendah' tidak akan membuat kita menjauh dari Allah, tidak akan menurunkan semangat hidup kita. Sehingga tekanan hidup tidak akan membuat kita 'turun' tapi 'naik' (bukankah Tuhan juga meminta hal yang sama pada Lot bahwa ia harus lari ke tempat yang tinggi ke pegunungan). Sambil 'naik' sambil kita berharap Tuhan akan melakukan yang baik bagi kita. Tinggalkan segala keinginan kita 'di bawah' biar Tuhan yang menyelesaikannya. Dan kita harus 'naik' mencapai hal-hal baru bersama Tuhan.


Misalnya; kita sedang menanti seorang kekasih untuk menjadi pasangan hidup kita. Karena desakan keluarga dan umur yang kunjung bertambah, kita menjadi susah. Tapi jangan menjadi lemah, berbalik kepada Tuhan dan lihatlah rencanaNya dalam hidup kita. Jika ia membawa kita ke suatu tempat atau suatu tugas, pasti Dia akan memberikan seseorang yang tepat. Kita juga boleh berdoa untuk seseorang yang sudah ada atau belum ada 
(bayangan saya membuat list pria seperti apa yang ingin saya nikahi dan berdoa untuk itu). Setelah berdoa (mungkin perlu setiap hari), tinggalkan itu untuk menjadi tugas Bapa. Sambil kita terus membuka diri terhadap hal-hal baru dan teman-teman baru. Tanpa kita sadari, di tengah-tengah semua hal-hal baru dan teman-teman baru, mungkin saja ada seseorang yang 'klik' dengan kita. 
                                                                                                                                                              



    - Neti Estin

Pendidik

Pendidik (1)
(keep in mind: Pendidik is everyone that have to teach someone)

Sering kali seorang guru mengatakan kepada muridnya apa yang salah dari diri murid tersebut. Dengan lantang dan jelas guru mengatakan kesalahan-kesalahan murid bahkan sambil memberikan bukti dan fakta bahwa ia benar-benar salah. Tapi guru sering lupa untuk memberi tahu apa dan benar dan kemudian mengajar si murid bagaimana ia dapat ke sana. Contoh: si Budi salah menulis kata "Bagaimana" dengan kata "Bagimana". Si guru mengatakan: "Ini salah! Masak menulis "bagaimana" saja tidak bisa? kamu kan sudah sekolah 5 tahun! sekolah dari kelas 1 sekarang sudah kelas 5 nulis "bagaimana" masih saja salah. Mau jadi apa kamu?" Si Budi hanya bengong dan mungkin bertanya-tanya dalam hatinya, sambil terdiam, berharap si guru melanjutkan bicaranya dengan nasihat yang baik. si guru berkata: "Sudah sana duduk di kursimu! dan kamu dihukum dengan tidak bisa mengikuti pelajaran berikutnya!" Jadi apa akhirnya si Budi? Mungkin ia akan jadi pengangguran dan tak tahu apa yang dapat ia lakukan.

Apakah demikian cara kita mendidik? Satu kalimat menunjukkan kesalahan seseorang, kalimat berikutnya seharusnya adalah tuntunan ke arah yang benar. Jika seekor burung saja bisa diajarkan bicara seperti manusia (http://www.youtube.com/watch?v=1PKwrvEXud0), apalagi seorang manusia yang memiliki akal budi dan kepandaian luar biasa? (http://www.youtube.com/watch?v=LfgZGm3nOOs)

Kata-kata kita mampu menciptakan seseorang seperti apa. Bukankah Tuhan juga demikian? Dengan berfirman (berkata saja) Tuhan menciptakan dunia ini. Kita adalah gambar dan rupa Allah (Galatia 3:7 mengatakan bahwa kita yang dibabtis dalam Kristus telah mengenakan Kristus dan dalam Ibr 1:3 Kristus disebut sebagai gambar wujud Allah (atau karakter dalam bhs yunaninya). Suatu karakter berarti bisa seperti cetakannya. Daud mengerti bahwa Allah begitu menghargai kita bahkan menganggap kita hampir sama sepertiNya (Mzm 8:5) kita juga bisa menciptakan manusia-manusia yang lebih baik dan berguna.

Pendidik (2)

Si Budi mungkin bukannya tidak bisa menulis krn kalau dia tidak bisa menulis,seharusnya dia tidak bisa naik kelas. Mungkin saja waktu menulis Budi masih ngantuk,temannya mengganggu,atau ada hal lain yang membuat Budi salah menulis. Mungkin saja sebelum pergi sekolah,Budi dimarah2i ibunya dengan kata2 yang abusive (merendahkan dan membebani secara emosi spt kata "Bodoh,idiot,tidak berguna,dll" mirip dg yang dikatakan si guru) yang membuat Budi tidak bisa berpikir dg baik di sekolah.

Menjadi pendidik,ternyata tidak hanya dituntut untuk melihat fakta sementara (precipitating factor) tapi juga harus mengerti menggali fakta sesungguhnya (predisposing factor). Budi tidak boleh dianggap bodoh (karena dia mungkin ia tidak pernah bicara/protes,atau mungkin memang wajah atau bentuk fisiknya yang tidak menarik), tapi mungkin ada faktor lain yang menyebabkan,yang ternyata jauh lebih penting.

Menjadi seorang pendidik perlu juga untuk tidak dengan mudah menghakimi,karena penghakiman kita,jika tidak ada dasar yang jelas,pada akhirnya itu hanyalah sebuah fatamorgana (bayang-bayang) pikiran kita sendiri.

Bagi sebagian besar kita, masalah terbesar kita adalah, tidak mengerti atau kurangnya pengetahuan tentang bagaimana harus hidup dan melaluinya dengan cara yang bijak. Banyak orang yang perlu diajarkan tentang 'way of life'. Seorang pendidik yang baik tidak hanya mengajarkan teori tapi juga mengajarkan bagaimana menerapkan itu. Syukur-syukur (alangkah lebih baik) disertai juga dengan teladan (meski setiap kita juga bergumul untuk menerapkannya).

"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu,karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau." (1 Tim 4:16).

Kasih

1 Kor 13:1 
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."

Kasih sudah sangat sering dibahas dalam kehidupan kita. Tapi rasanya tidak habis masalah ini di kisahkan setiap hari, setiap jam, setiap detik. Karena sesungguhnya semua realita kehidupan terangkum dalam satu tema "Kasih."

Paulus membuka pembahasannya tentang kasih dengan mengungkapkan betapa penting "Kasih" ini. Kasih "ditempelkan" dengan keberadaan dirinya secara utuh; sebagai seorang manusia biasa, yang melayani, yang bekerja, dan yang berbagi segala hal yang ia miliki. Tanpa didasari atas kasih semuanya tidak berguna. Paulus menggambarkan hal ini dengan sebuah gong dan canang yang berbunyi tapi memang tidak ada gunanya.
Gong dari bahasa Yunaninya chalkos yang artinya brass (tembaga) yang berasal dari kata chalaoyang berarti to let down from a higher place to a lower (turun dari tempat yang tinggi ke tempat ke bawah). Kalau kita mengengar suara gong kita seperti diajak untuk selalu mendengar nada rendah. Tidak membawa kita kemana-mana.
Canang dalam bahasa Yunaninya kumbalon (cymbal) dari akar kata kuma yang memiliki arti gelombang laut. Diterjemahkan lebih lanjut sebagai wave of impulse and restless men, tossed to and fro by their raging passions (keinginan/dorongan yang bertubi-tubi dan seseorang yang tidak pernah berhenti, dilemparkan kesana kemari oleh nafsu yang dahsyat). Ini seperti mendengar sesuatu yang memekakan telinga dan hanya berisi satu keinginan, 'membuat ribut' saja. Jadi kemampuan atau apapun yang kita lakukan seharusnya punya Kasih sebagai tujuan atas segala sesuatu yang kita kerjakan dan kita miliki.

Saya sudah sering mendengar kotbah dan pembicaraan yang klise di atas mimbar gereja (tidak dipikir dan tidak digumuli apakah maknanya buat dirinya sendiri). Ada pengkotbah yang nada suaranya memang dibuat selalu rendah dan ada pengkotbah yang begitu berapi-api tapi apa yang dibicarakan tidak nyantol sama sekali di pikiran saya. Banyak orang berkotbah, mengajar, atau apalah yang dilakukannya, hanya untuk menunjukkan kepandaiannya, kerendahan hatinya, ketulusannya, keterlibatannya, dan betapa hebatnya pengetahuannya tentang apa yang dibicarakan. Bahkan sering kali pengkotbah lah yang justru menghakimi jemaat bukan firman yang menegur. Ada pengkotbah yang suka bicara "kita itu biasanya lebih suka melakukan yang salah daripada yang benar!" Dalam hati saya; "Nggak! saya berusaha melakukan yang benar!" Itu penghakiman tanpa dasar. Seharusnya dia berkata: "Kita semua seharusnya berusaha melakukan yang benar, meskipun keinginan daging kita adalah selalu mengarah untuk melakukan yang salah/dosa!"
Malah sering kali pujian yang sederhana dari hati yang mengasihi Allah lah yang membuat jemaat terkesima dan merasakan betul seperti apa kasih Allah itu.

Kasih itu seharusnya sudah melekat pada diri kita karena Yesus yang memberikannya dan menyatakannya melalui tindakanNya, dan keluar dalam pengorbanan kita kepada Allah. Namun seringkali tidak dirasa (oleh kita atau oleh orang lain) karena kita hanya mendengarkan keinginan kita sendiri.

Selamat hari Minggu, selamat melayani-Hanya untuk Dialah kita hidup dan bergerak-Neti