Selasa, 17 September 2013

Angkat Jangkar dan Mari Berlayar

Masyarakat pada umumnya, mengukur kesuksesan seseorang melalui seberapa banyak uang yang dimiliki orang tersebut, seberapa pengetahuan rohaninya, seberapa pintar otaknya, seberapa cepat caranya menanggapi sesuatu, atau seberapa ahli dia dalam apa yang dikerjakannya. Maka secara otomatis penghargaan datang dari sana sini, setelah ia 'bersinar'. Tapi banyak orang tidak peduli bagaimana orang lain mencapai kesuksesannya; apakah dengan cara yang benar atau tidak, sportif atau tidak. Sehingga pada puncak kejayaan seseorang, ada banyak yang menyoroti dan memberitakan di media sosial, tapi setelah dan sebelumnya, tidak ada yang peduli. Tidak terlalu ingin dimengerti karena memang tidak menyenangkan hati dan mungkin juga tidak semenarik yang dibayangkan (menurut saya, sebagian besar orang seringkali merasa sulit 'belajar' karena itu mereka sulit berubah). Orang hanya peduli ketika dia di atas. Namun perjalanan ke sana seringkali 'disembunyikan'. Akibatnya; orang lain yang merasa tidak 'sehebat' atau 'seberhasil' orang tersebut di atas, merasa berat melangkah untuk menunjukkan diri apa adanya. Kenapa? karena takut gagal; gagal dihargai, gagal 'diagungkan', gagal diperhatikan hasil kerjanya oleh orang lain (menurut Maxwell dalam buku Be All You Can Be, ada juga orang yang ternyata takut untuk sukses dan terkenal)- kegagalan yang pada dasarnya adalah lebih bersifat psikologi yang tidak kasat mata daripada kegagalan yang bersifat kuantitatif (bisa dihitung-dalam keuangan bisnis misalnya)- yang rupanya menjadi sebuah jangkar dalam diri seseorang untuk 'mandeg' (berhenti). Padahal Tuhan memberi kita paling sedikit satu talenta untuk dikembangkan. Satu talenta yang dikerjakan dengan baik akhirnya kita menemukan talenta kita yang lain dan menjadi untaian talenta yang hanya menjadi milik kita secara pribadi (individu).
Ada  dua kalimat yang baik dari manna sorgawi yang nyantol di hati saya: "Lebih baik memiliki sejumlah ide meskipun sebagiannya salah, daripada harus selalu benar namun tidak memiliki ide apa pun." -Edward de Bono. "Tidak melakukan apa-apa, tidak kehilangan apa-apa, dan tidak jadi siapa-siapa." Dan ada satu kalimat yang baik yang saya dengar dari Ibu Iin Tjipto di radio talitakum FM 108: "Beriman adalah ketika kita merasakan sakit (berdasarkan contoh yang diberikan,sakit ini berupa sakit fisik maupun non fisik), kita berseru kepada Tuhan dan mengatakan 'terima kasih' Tuhan!"                        


                                                                                                                                                   -by Neti Estin