Hari Paskah
=
Hari Pengampunan
Merayakan Paskah berarti merayakan pengampunan yang telah Tuhan berikan kepada kita. KematianNya memperlihatkan kepada kita betapa Ia melunasi hutang dosa-dosa kita yang sesungguhnya tidak mampu kita lunaskan. Tuhan Yesus tidak pernah meminta kita membalas pengorbanannya, karena memang bukan itu tujuan pengorbananNya. Ia melakukan itu karena Ia mencintai kita supaya dengan cinta-Nya kita mampu untuk mencintai sesama (1 Yoh 4:7-21). Ia ingin kita meniru dia dan belajar padaNya (Mat 11:29-30), Ia ingin kita juga mencintai sesama kita bahkan berdoa bagi orang yang menganiyaya kita. Bahkan jika kita datang kepadaNya tapi ada kebencian di hati, kita diminta untuk mengampuni dahulu (Markus 11:25). Adakah hari ini seseorang yang harus kita ampuni? Jika ada mari kita meringankan hati untuk melakukannya.
Apakah Pengampunan itu?
Pengampunan sering disalahartikan sebagai melupakan kesalahan seseorang. Padahal tidaklah demikian.
Berdasarkan apa yang Tuhan ajarkan kepada murid dan tentunya juga kepada kita hari ini, untuk meminta pengampunan kepada Bapa dan untuk mengampuni juga kesalahan orang lain. Seperti tertuang dalam Kitab Matius 6:12.
Kata ‘ampunilah’ di sini menggunakan kata yunani apes yang berasal dari kata dasar apiemi[1]– arti: forgive yang berarti to let go, to release, to let be (membebaskan, membiarkan). Dalam pengertian yang luas berarti membebaskan seseorang dari hutang atau hukuman.[2] Rasanya memang tidak mungkin kita membebaskan seseorang dari hukuman yang harus diterimanya setelah ia melakukan hal yang nista atau menyakitkan kita.
Tahapan untuk bisa mengampuni
Pertama: Mengingat dosa atau kesalahan yang orang lain lakukan terhadap kita[3]
Pengampunan dealing dengan dosa. Pengampunan tidak menghapuskan dosa. Apa yang dilakukan seseorang pada kita, jika itu dosa, pengampunan tidak menghapuskannya. Pengampunan bukan menganggap itu tidak pernah terjadi. Tuhan juga tidak melupakan dosa kita (Ibr
Kedua: Menuliskan kembali peristiwa yang sesungguhnya terjadi.
Kita perlu menuliskan ulang (paraphrase) peristiwa di atas. Mengapa? Karena memori kita tidak sanggup menampung semua peristiwa secara lengkap. Memori kita hanya mengingat peristiwa-peristiwa yang disertai dengan emosi di dalamnya.
Dengan menuliskan ulang cerita yang sudah kita ingat, kita akan dapat melihat secara lebih utuh.
Ketiga: Menerima peristiwa itu sebagai suatu kenyataan hidup
Banyak orang tidak dapat melanjutkan hidupnya karena masih terus berputar-putar pada peristiwa yang lalu atau masa lampaunya. Oleh karenanya kita harus berani melangkah maju dan meninggalkan beban yang begitu merintangi, yakni beban karena tidak mengampuni. Jika kita merasa tidak mampu dan mulai putus asa, jangan menyerah! Kita tidak sendiri mengalami kesulitan ini. Kita punya Tuhan Yesus. Mari kita minta bantuanNya. Kita minta Tuhan memberi kita kekuatan untuk menerima peristiwa yang sudah terjadi atas diri kita itu sebagai bagian dari kehidupan yang tidak sempurna karena dosa, dimana kita juga tidak sempurna dan berdosa. Beri diri kita kesempatan untuk menarik nafas dalam-dalam sebagai bentuk keprihatinan kita atas kenyataan hidup ini. Akhirnya mari kita membiarkan Tuhan mengambil alih dan membereskan yang tersisa. Roh Kudus dengan segala kuasa-Nya akan bekerja di balik semua peristiwa.
Selamat paskah, selamat mengampuni!
(Penulis NETI ESTIN alumnus S.Th dari STT