Jumat, 11 Oktober 2013

Kasih

1 Kor 13:1 
"...tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."

Kasih sudah sangat sering dibahas dalam kehidupan kita. Tapi rasanya tidak habis masalah ini di kisahkan setiap hari, setiap jam, setiap detik. Karena sesungguhnya semua realita kehidupan terangkum dalam satu tema "Kasih."

Paulus membuka pembahasannya tentang kasih dengan mengungkapkan betapa penting "Kasih" ini. Kasih "ditempelkan" dengan keberadaan dirinya secara utuh; sebagai seorang manusia biasa, yang melayani, yang bekerja, dan yang berbagi segala hal yang ia miliki. Tanpa didasari atas kasih semuanya tidak berguna. Paulus menggambarkan hal ini dengan sebuah gong dan canang yang berbunyi tapi memang tidak ada gunanya.
Gong dari bahasa Yunaninya chalkos yang artinya brass (tembaga) yang berasal dari kata chalaoyang berarti to let down from a higher place to a lower (turun dari tempat yang tinggi ke tempat ke bawah). Kalau kita mengengar suara gong kita seperti diajak untuk selalu mendengar nada rendah. Tidak membawa kita kemana-mana.
Canang dalam bahasa Yunaninya kumbalon (cymbal) dari akar kata kuma yang memiliki arti gelombang laut. Diterjemahkan lebih lanjut sebagai wave of impulse and restless men, tossed to and fro by their raging passions (keinginan/dorongan yang bertubi-tubi dan seseorang yang tidak pernah berhenti, dilemparkan kesana kemari oleh nafsu yang dahsyat). Ini seperti mendengar sesuatu yang memekakan telinga dan hanya berisi satu keinginan, 'membuat ribut' saja. Jadi kemampuan atau apapun yang kita lakukan seharusnya punya Kasih sebagai tujuan atas segala sesuatu yang kita kerjakan dan kita miliki.

Saya sudah sering mendengar kotbah dan pembicaraan yang klise di atas mimbar gereja (tidak dipikir dan tidak digumuli apakah maknanya buat dirinya sendiri). Ada pengkotbah yang nada suaranya memang dibuat selalu rendah dan ada pengkotbah yang begitu berapi-api tapi apa yang dibicarakan tidak nyantol sama sekali di pikiran saya. Banyak orang berkotbah, mengajar, atau apalah yang dilakukannya, hanya untuk menunjukkan kepandaiannya, kerendahan hatinya, ketulusannya, keterlibatannya, dan betapa hebatnya pengetahuannya tentang apa yang dibicarakan. Bahkan sering kali pengkotbah lah yang justru menghakimi jemaat bukan firman yang menegur. Ada pengkotbah yang suka bicara "kita itu biasanya lebih suka melakukan yang salah daripada yang benar!" Dalam hati saya; "Nggak! saya berusaha melakukan yang benar!" Itu penghakiman tanpa dasar. Seharusnya dia berkata: "Kita semua seharusnya berusaha melakukan yang benar, meskipun keinginan daging kita adalah selalu mengarah untuk melakukan yang salah/dosa!"
Malah sering kali pujian yang sederhana dari hati yang mengasihi Allah lah yang membuat jemaat terkesima dan merasakan betul seperti apa kasih Allah itu.

Kasih itu seharusnya sudah melekat pada diri kita karena Yesus yang memberikannya dan menyatakannya melalui tindakanNya, dan keluar dalam pengorbanan kita kepada Allah. Namun seringkali tidak dirasa (oleh kita atau oleh orang lain) karena kita hanya mendengarkan keinginan kita sendiri.

Selamat hari Minggu, selamat melayani-Hanya untuk Dialah kita hidup dan bergerak-Neti




Tidak ada komentar:

Posting Komentar